Selamatkan Anak dalam Menjelajahi Dunia dengan Ujung Jarinya

Posted Date : 22-01-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 134 kali.


Permasalahan moral yang terjadi di Indonesia saat ini terbilang cukup kompleks. Di era modern ini, internet semakin mudah diakses berbagai kalangan masyarakat. Kemudahan akses internet tersebut memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan moral masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda.

Permasalahan moral adalah permasalahan yang berkenaan dengan kesusilaan. Seorang individu dikatakan berperilaku baik secara moral apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang ada di lingkungan masyarakat. Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak sesuai dengan kaidahkaidah yang ada, maka ia akan dikatakan buruk secara moral1. Penyimpangan perilaku secara moral tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa. Anak-anak yang berada pada usia sekolah di Indonesia, baik pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Dasar (SD) juga sering melakukan perilaku yang kurang atau tidak bermoral.

Kekuatan teknologi internet ini mampu menyebar luaskan berbagai informasi secara viral dengan begitu cepat, Berbagai tayangan video, poster, maupun tulisan yang berdampak positif maupun negatif dengan mudah tersebar luas. Tentu saja bagi anak maupun remaja yang memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap hal-hal baru atau kekinian, akan menyerap dengan mudah tayangan, poster, atau informasi lainnya bahkan menirunya dalam kehidupan nyata dan memviralkan bersama teman-teman bermainnya, bagaimana jika informasi yang terus menerus viral di kalangan anak muda adalah informasi negatif perusak moral bangsa?

Kekuatan internet digunakan oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang melakukan berbagai kejahatan demi kepentingan pribadi, secara langsung atau pun tidak langsung merusak moral generasi bangsa. Beberapa kejahatan yang sudah terjadi sampai saat ini diantaranya kejahatan seksual, aksi tawuran, pornografi, trafficking, dan bullying.

Menurut data yang dipublikasikan KPAI, sejak tahun 2011 hingga 2014, jumlah anak korban pornografi dan kejahatan online di Indonesia telah mencapai jumlah 1.022 anak. Secara rinci dipaparkan, anak-anak yang menjadi korban pornografi online sebesar 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, objek cd porno 15% serta anak korban kekerasan seksual online 11%. Sedangkan data tahun 2016, anak korban pornografi mencapai 587 kasus. Hal ini menduduki rangking ke-3 setelah kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat bila tidak ditanggulangi secara optimal. Pertumbuhan angka anak korban kejahatan online itu bertumbuh pesat seiring meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air2.

Banyaknya pelanggaran moral yang dilakukan oleh anak-anak di Indonesia salah satunya disebabkan oleh lemahnya moralitas kolektif masyarakat. Lemahnya moralitas menurut Kohlberg disebabkan oleh kurangnya pendidikan moral baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat3.

Orang tua generasi baby boomers (kelahiran 1950-an) mendidik anak nya baik laki-laki maupun perempuan untuk memiliki pendidikan tinggi dan kelak memiliki pekerjaan yang baik di perkantoran. Maka, banyak diantara orang tua masa kini, baik salah satu atau bahkan keduanya berhasil menempuh pendidikan tinggi kemudian memiliki karir yang baik dengan beban pekerjaan cukup tinggi (dituntut professional), sehingga porsi mengasuh anak menjadi sangat terabaikan. Peran kedua orang tua hadir dalam proses mengasuh anak sangatlah penting, keduanya saling melengkapi dalam proses pendidikan moral anak. Jika yang berperan dalam pengasuhan hanyalah ibu, sedangkan ayah terlalu sibuk bekerja, maka anak hanya akan mendapatkan model pengasuhan ibunya saja. Dampaknya bagi anak laki laki akan sangat minim perkembangan otak kiri, karena dalam keseharian, cara berpikir yang ia bangun terpengaruh dan terpapar model berpikir ibunya saja, anak laki-laki tidak disiapkan cara berpikir otak kirinya, sehingga dalam benaknya tugas ayah itu bekerja saja, dan ayah tidak perhatian. Apalagi jika ayah dan ibunya sibuk bekerja, maka besar kemungkinan pendidikan moral anak terabaikan, sehingga anak tidak mendapat keteladanan yang baik, arahan, dan bimbingan orang tua dalam melewati setiap moment-moment kehidupan anak sehari harinya.

Pendidikan moral sebaiknya dimulai sejak usia dini. Pendidikan moral sejak usia dini merupakan upaya preventif agar kelak ketika dewasa mereka dapat mengontrol perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral. Lalu, siapa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan moral anak? Tentunya semua pihak harus terlibat dalam mengupayakan pendidikan moral terbaik bagi anak bangsa, mulai dari keluarga, sekolah, lingkungan tempat dimana anak tinggal, serta kebijakan pemerintah harus bersinergi dan bersungguh-sungguh mewujudkannya.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak. Orang tua harus hadir sepenuh hati dalam mendidik moral anak. Tantangan kesibukan pekerjaan harus mampu di atur orang tua agar anak bisa terdidik dengan baik, kalau pun terpaksa harus meninggalkan anak dalam waktu lama, orang tua harus memastikan pengasuh pengganti yang memiliki dan mampu menanamkan nilai-nilai kebaikan. Orang tua atau pengasuh perlu menanamkan nilai-nilai agama, memperkenalkan norma baik dan buruk yang berlaku masyarakat serta alasan mengapa orang harus berperilaku baik, melatih moral melalui teladan dan penjelasan verbal. Orangtua bahkan perlu mendampingi serta mengkonfirmasi setiap kejadian yang dialami anak dan memberi arahan bagaimana anak bersikap seharusnya.

Kasih sayang orang tua sejak bayi yang di ekspresikan secara verbal (berupa kata kata yang penuh kasih sayang) dan non verbal (berupa sentuhan, pelukan, ciuman, dan mimik wajah yang menyenangkan) sangat mempengaruhi kedekatan antara anak dan orang tua. Ketika anak tumbuh dengan penuh kasih sayang dari orang tua, maka akan tumbuh ikatan emosional yang kuat menimbulkan rasa saling percaya yang juga kuat di antara keduanya, hal ini sesuai dengan teori salah satu tokoh psikolog ternama yakni Erik Erikson, masa bayi merupakan masa membangun kepercayaan. Kegagalan pada tahap ini menyebabkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan, sehingga anak akan selalu curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Sebaliknya jika anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup, anak akan mudah membangun kepercayaan dengan orang-orang disekitarnya, memiliki sifat penyayang dan menghargai, sehingga mudah membangun komunikasi positif orang lain.

Anak-anak perlu di kawal oleh orang tua dalam menghadapi kehidupan di era digital yang begitu canggih dan serba cepat. Orang tua perlu mengatur dan mendampingi penggunaan gadget oleh anak, menegaskan kapan usia yang tepat anak di izinkan menggunakan gadget dan memiliki gadget pribadi. Saat orang tua memberi fasilitas kepada anak dengan gadget dan koneksi internet, perlu orang tua memberikan aturan dan arahan bahwa fasilitas digital yang diberikan orang tua harus dipergunakan dalam hal-hal kebaikan, berikan rambu-rambu mengenai hal-hal yang terlarang seperti pornografi beserta penjelasan kenapa hal tersebut dilarang. Orang tua juga perlu memberikan arahan cara berkomunikasi dengan baik di media sosial, menyaring informasi yang benar dari internet, dan sampaikan bahwa orang tua sayang kepada anak, tidak ingin anaknya terjerumus dalam keburukan.

Selanjutnya, Pra-sekolah atau Taman Kanak kanak dapat menjadi lingkungan pertama di luar lingkungan keluarga yang dapat memfasilitasi berkembangnya moral anak, guru di sekolah diharapkan mampu memfasilitasi anak untuk bermain bersama temannya, saling menghargai satu sama lain, belajar menaati peraturan dalam permainan maupun peraturan sekolah, sehingga anak mulai memahami perspektif orang lain, mengenai nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat dan alasan-alasan mengapa suatu perilaku dikatakan bermoral baik.

Seorang anak dapat memahami nilai-nilai moral dan membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai moral tersebut, jika mereka diberi kesempatan untuk dapat mengambil peran lebih aktif dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan bertukar pendapat serta memiliki perspektif mengenai nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Salah satu lingkungan yang dapat memfasilitasi anak untuk dapat mengambil peran lebih aktif dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan untuk bertukar pendapat atau perspektif mengenai nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat adalah sekolah. Dengan proses pendidikan moral di sekolah, maka moral anak dapat berkembang lebih cepat 4. Sejak dulu, kurikulum pendidikan di Indonesia hanya berfokus kepada kemampuan akademik dan prestasi anak di ukur secara kuantitatif menurut kemampuan kognitif. Kini kurikulum pendidikan sudah memperhatikan aspek afektif dengan memasukan muatan pendidikan karakter melalui kurikulum 2013 pada tingkat Sekolah Dasar dan Menengah. Penerapan program pendidikan karakter secara menyeluruh perlu diupayakan secara serius dan merata di berbagai wilayah Indonesia yang begitu luas dan beragam.

Tidak hanya orang tua, sekolah pun perlu mengawal siswa dalam menghadapi kehidupan di era digital. Guru di sekolah diharapkan mampu membimbing siswa memanfaatkan teknologi ke arah hal-hal positif, memberikan penjelasan dampak positif dan negatif internet, dan bagaimana anak menyikapi hal tersebut. Kreativitas anak bisa di kembangkan melalui teknologi digital, misalnya siswa diajarkan merakit komputer, membuat blog, memberikan tugas mata pelajaran, membangun komunitas menulis artikel yang kemudian di posting di media internet, membuat mahasiwa terampil dalam menggunakan berbagai aplikasi dasar komputer, bahkan menciptakan hal-hal yang bermanfaat dari teknologi internet.

Lingkungan tempat tinggal anak serta kebijakan pemerintah pun harus mendukung pendidikan moral anak. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan program pembentukan kota/kabupaten layak anak yang bebas dari pekerja dan kekerasan terhadap anak dan sebagai upaya melindungi hak-hak mereka, maka semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat perlu ambil andil mengupayakan terpenuhinya hak-hak anak yang menjadi kriteria kota/kabupaten layak anak. Sehingga anak-anak bisa berkembang dengan baik menjadi generasi bermartabat. Selain itu, penegakkan hukum terkait perlindungan anak pun perlu ditegakkan secara serius seperti kasus KDRT Anak, Pornografi, Buliying, Kejahatan seksual, Traficking, dan lain sebagainya.

"Hanya dengan satu buku jari, generasi penerus bangsa berselancar di dunia maya tiada bertepi" begitulah ungkapan Elly Risman seorang tokoh psikolog ketua Yayasan Kita dan Buah Hati menggambarkan dunia anak di era digital ini. Keterlibatan dan kerjasama semua pihak, terutama orangtua dan sekolah dalam mendidik moral anak, akan mengawal generasi bangsa tumbuh menjadi generasi yang sukses dan berkarakter.

1. Soenarjati, M. dan Cholisin. 1989. Konsep Dasar Pendidikan Moral Pancasila. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

2. http://tekno.liputan6.com/read/2173844/kpai-ribuan-anak-indonesia-jadi-korban-pornografi-internet

3. The Measurement of Moral Judgment' by Anne Colby and Lawrence Kohlbergl ... Lawrence Kohlberg published the outline of ... Cambridge University Press, New York 1987;

Sumber : https://www.kompasiana.com/yuninurafiah/5c46f73d6ddcae23333c6a38/selamatkan-anak-dalam-menjelajahi-dunia-dengan-ujung-jarinya