Kisah Dakwah Dai Muda di Kaki Bromo
Posted Date : 24-01-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 265 kali.
Probolinggo (SI Online) – “Saya kan dari Pasuruan, daerah pantai yang panas. Ditempatkan di sini, di kaki Gunung Bromo, yang sangat dingin. Tiga hari pertama di sini saya tidak mandi. Kalau tidur pakai kain berlapis-lapis. Celana panjang, kaos kaki, sarung, kaos, baju hangat, selimut, dan tudung Bromo. Hari keempat bertepatan Jumat, kalau nggak mandi gimana. Akhirnya saya mandi untuk pertama kali.’’
Demikian tutur Ustaz Muhibbin (27), pengampu Rumah Qur’an Bromo, Jawa Timur, dalam dialog dengan Kafilah Daqu Post Daarul Qur’an di Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (18/1) malam.
Ustaz Muhib alumnus Pondok Pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan. Setelah lulus mondok, pada 2015 ia ditugaskan mengabdi di Rumah Qur’an Bromo yang terletak di Dusun Krajan, Desa Wonokerto, Kec Sukapura, Kab Probolinggo, Jatim.
Rumah Qur’an Bromo dibangun pada 2009 dengan swadaya masyarakat dan dukungan PPPA Daarul Qur’an. Penggeraknya adalah Sumarjono alias Jono (alm) dan Ustaz Setiyono dai setempat. Markas dakwah itu terdiri bangunan aula dan Mushola Al-Ikhlas wal Barakah.
Saat mulai mengabdi di sini, Ustaz Muhib bukan hanya kedinginan. Ia juga musti berhadapan dengan ‘’dingin’’-nya sambutan masyarakat. Maklumlah, warga muslim Dusun Krajan jadi minoritas di kawasan Suku Tengger. Mereka hidup berbatasan langsung dengan empat dusun yang penduduknya beragama Hindu.
Selain terpengaruh sinkretisme budaya, Krajan juga terkenal sebagai basis premanisme. Jono, perintis Rumah Qur’an Bromo, tak lain adalah salah satu ‘’peman pensiun’’ dari sini.
Mulanya, Muhib memang sempat shock. Saat ia memberi nasehat atau mengajak ibadah kepada warga yang ditemuinya di jalan, jawaban yang dia terima: ‘’Ustaz, kalau ceramah di mesjid saja!’’.
Pun dengan tingkah anak-anak setempat. Cukup jauh dari adab. Mereka berani menatap mata orang tua, bahkan memelototi dan membantahnya. Tak ada kata maaf, tolong, permisi, atau terima kasih, dalam kamus pergaulan anak-anak.
Bocah-bocah itu senang saja diajak main ke Rumah Qur’an. ‘’Tapi ya mereka di sini main beneran. Lari-larian, main petak umpet, teriak-teriak. Tapi giliran diajak shalat atau ngaji, gak mau,’’ ungkap Ustaz Muhib.
Jika sedikit ditegur atau ditegasi, anak-anak itu ngambek. Kadang orangtuanya turun tangan marah-marah.
Tentu saja dai kita prihatin. Selama hampir setahun menunggui Rumah Qur’an, ia merasa laksana menggantang asap, menuai angin.
Namun, semangat Ustaz Muhib tak pernah padam. ‘’Saya istiqamah dengan pengabdian yang ditugaskan pondok. Saya juga yakin, semakin besar energi dan effort yang dikeluarkan untuk berdakwah, semakin besar pahalanya,’’ terang Ustaz yang sebenarnya juga punya santri di kampung halamannya sendiri.
Keikhlasan Ustaz Muhib membuahkan hasil. Anak-anak semakin dekat dengannya, dan mulai nurut diajak ngaji dan belajar adab Islam. Tiga puluhan bocah kaki Bromo itu perlahan berubah tabiat. Mereka mulai berbudaya salam, juga lebih mengenal sopan-santun. Busana syar’i juga terbiasa dikenakan.
Orangtua mereka senang. Anak-anak kini mudah diatur dan nurut. Mulailah para orangtua dengan bangga mengantar-jemput putra-putrinya ngaji ke Rumah Qur’an.
Dukungan PPPA Daarul Qur’an seperti Program Qurban, Bingkisan, dan lain-lain, semakin mengikat hati warga Krajan. Ustaz Muhib mereka terima dan bahkan jadi warga kehormatan Dusun.
‘’Setelah setahun itu, saya mulai kewalahan menerima undangan makan di rumah warga. Sehari bisa 3-4 undangan. Kalau dipenuhi semua, bisa jebol perut saya,’’ ujar Ustaz yang masih menjomblo ini.
Untuk menyiasatinya, Ustaz Muhib mulai rajin puasa Senin-Kamis lagi. ‘’Dulu saya memang tidak biasa puasa Senin-Kamis. Saya pernah puasa sunat, namun jadi lemes ketika nyantri karena saya ke pondok naik sepeda onthel satu jam pulang-pergi. Akhirnya guru saya menyuruh saya jangan puasa sunat selagi berjihad menuntut ilmu,’’ tuturnya.
Lewat setahun dari kewajibannya, Ustaz Muhib memilih bertahan di kaki Bromo. Pasalnya, sulit mencari dai belia yang bersedia bertugas di sini.
Kini, lima tahun sudah pengabdian Ustaz Muhib di Rumah Qur’an Bromo. Ia telah mempunyai kader guru ngaji, yakni santri-santrinya yang duduk di SMP dan SMA serta bisa baca Qur’an.
‘’Saya tetap merindukan dai tambahan untuk berdakwah di sini, agar pekerjaan kita semakin efektif dan cepat,’’ harap Ustaz Muhib yang semakin sibuk berdakwah di kalangan orang tua di kaki Bromo.
Rep: Nurbowo
Red: Farah Abdillah
Sumber : https://suara-islam.com/kisah-dakwah-dai-muda-di-kaki-bromo/
Demikian tutur Ustaz Muhibbin (27), pengampu Rumah Qur’an Bromo, Jawa Timur, dalam dialog dengan Kafilah Daqu Post Daarul Qur’an di Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (18/1) malam.
Ustaz Muhib alumnus Pondok Pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan. Setelah lulus mondok, pada 2015 ia ditugaskan mengabdi di Rumah Qur’an Bromo yang terletak di Dusun Krajan, Desa Wonokerto, Kec Sukapura, Kab Probolinggo, Jatim.
Rumah Qur’an Bromo dibangun pada 2009 dengan swadaya masyarakat dan dukungan PPPA Daarul Qur’an. Penggeraknya adalah Sumarjono alias Jono (alm) dan Ustaz Setiyono dai setempat. Markas dakwah itu terdiri bangunan aula dan Mushola Al-Ikhlas wal Barakah.
Saat mulai mengabdi di sini, Ustaz Muhib bukan hanya kedinginan. Ia juga musti berhadapan dengan ‘’dingin’’-nya sambutan masyarakat. Maklumlah, warga muslim Dusun Krajan jadi minoritas di kawasan Suku Tengger. Mereka hidup berbatasan langsung dengan empat dusun yang penduduknya beragama Hindu.
Selain terpengaruh sinkretisme budaya, Krajan juga terkenal sebagai basis premanisme. Jono, perintis Rumah Qur’an Bromo, tak lain adalah salah satu ‘’peman pensiun’’ dari sini.
Mulanya, Muhib memang sempat shock. Saat ia memberi nasehat atau mengajak ibadah kepada warga yang ditemuinya di jalan, jawaban yang dia terima: ‘’Ustaz, kalau ceramah di mesjid saja!’’.
Pun dengan tingkah anak-anak setempat. Cukup jauh dari adab. Mereka berani menatap mata orang tua, bahkan memelototi dan membantahnya. Tak ada kata maaf, tolong, permisi, atau terima kasih, dalam kamus pergaulan anak-anak.
Bocah-bocah itu senang saja diajak main ke Rumah Qur’an. ‘’Tapi ya mereka di sini main beneran. Lari-larian, main petak umpet, teriak-teriak. Tapi giliran diajak shalat atau ngaji, gak mau,’’ ungkap Ustaz Muhib.
Jika sedikit ditegur atau ditegasi, anak-anak itu ngambek. Kadang orangtuanya turun tangan marah-marah.
Tentu saja dai kita prihatin. Selama hampir setahun menunggui Rumah Qur’an, ia merasa laksana menggantang asap, menuai angin.
Namun, semangat Ustaz Muhib tak pernah padam. ‘’Saya istiqamah dengan pengabdian yang ditugaskan pondok. Saya juga yakin, semakin besar energi dan effort yang dikeluarkan untuk berdakwah, semakin besar pahalanya,’’ terang Ustaz yang sebenarnya juga punya santri di kampung halamannya sendiri.
Keikhlasan Ustaz Muhib membuahkan hasil. Anak-anak semakin dekat dengannya, dan mulai nurut diajak ngaji dan belajar adab Islam. Tiga puluhan bocah kaki Bromo itu perlahan berubah tabiat. Mereka mulai berbudaya salam, juga lebih mengenal sopan-santun. Busana syar’i juga terbiasa dikenakan.
Orangtua mereka senang. Anak-anak kini mudah diatur dan nurut. Mulailah para orangtua dengan bangga mengantar-jemput putra-putrinya ngaji ke Rumah Qur’an.
Dukungan PPPA Daarul Qur’an seperti Program Qurban, Bingkisan, dan lain-lain, semakin mengikat hati warga Krajan. Ustaz Muhib mereka terima dan bahkan jadi warga kehormatan Dusun.
‘’Setelah setahun itu, saya mulai kewalahan menerima undangan makan di rumah warga. Sehari bisa 3-4 undangan. Kalau dipenuhi semua, bisa jebol perut saya,’’ ujar Ustaz yang masih menjomblo ini.
Untuk menyiasatinya, Ustaz Muhib mulai rajin puasa Senin-Kamis lagi. ‘’Dulu saya memang tidak biasa puasa Senin-Kamis. Saya pernah puasa sunat, namun jadi lemes ketika nyantri karena saya ke pondok naik sepeda onthel satu jam pulang-pergi. Akhirnya guru saya menyuruh saya jangan puasa sunat selagi berjihad menuntut ilmu,’’ tuturnya.
Lewat setahun dari kewajibannya, Ustaz Muhib memilih bertahan di kaki Bromo. Pasalnya, sulit mencari dai belia yang bersedia bertugas di sini.
Kini, lima tahun sudah pengabdian Ustaz Muhib di Rumah Qur’an Bromo. Ia telah mempunyai kader guru ngaji, yakni santri-santrinya yang duduk di SMP dan SMA serta bisa baca Qur’an.
‘’Saya tetap merindukan dai tambahan untuk berdakwah di sini, agar pekerjaan kita semakin efektif dan cepat,’’ harap Ustaz Muhib yang semakin sibuk berdakwah di kalangan orang tua di kaki Bromo.
Rep: Nurbowo
Red: Farah Abdillah
Sumber : https://suara-islam.com/kisah-dakwah-dai-muda-di-kaki-bromo/
Kisah Dakwah Dai Muda di Kaki Bromo
Sandi: Hukum Jangan Digunakan untuk Kepentingan Kekuasaan
Mengenal Sosok Prabowo dari Guru Ngajinya
Pembangunan Shelter Lokal Tahap Pertama Korban Tsunami Banten Selesai
Kampung Qur’an Melempu Kedatangan Rian D’Masiv
Media Asing Sebut Ustadz Abu Batal Bebas karena Tekanan Australia
Banjir di Sulsel Landa 53 Kecamatan, 9 Kota-Kabupaten
Banjir Makassar, Panitia Reuni Santri Al-Bayan Jadi Relawan SAR
Hong Kong Pidanakan Penista Lagu Kebangsaan China
BPN: Tabloid “Indonesia Barokah” berisi Fitnah Sudutkan Prabowo-Sandi
Sandi: Hukum Jangan Digunakan untuk Kepentingan Kekuasaan
Mengenal Sosok Prabowo dari Guru Ngajinya
Pembangunan Shelter Lokal Tahap Pertama Korban Tsunami Banten Selesai
Kampung Qur’an Melempu Kedatangan Rian D’Masiv
Media Asing Sebut Ustadz Abu Batal Bebas karena Tekanan Australia
Banjir di Sulsel Landa 53 Kecamatan, 9 Kota-Kabupaten
Banjir Makassar, Panitia Reuni Santri Al-Bayan Jadi Relawan SAR
Hong Kong Pidanakan Penista Lagu Kebangsaan China
BPN: Tabloid “Indonesia Barokah” berisi Fitnah Sudutkan Prabowo-Sandi
Rumah Infaq Bangun Pesantren Markaz Hufadz di Bogor
Impor Komoditas Pertanian, Sampai Kapan?
Pasca Kajian Bareng, Irwansyah Berharap Umroh dengan Raffi Ahmad
Kylie Jenner Pamer Liburan di Pantai, Justin Bieber Protes Tak Diajak
Gara-gara Sering Dijahili, Rafathar Selalu Ingat Baim Wong
Dikabarkan Pindah Keyakinan, Soraya Haque Akhirnya Klarifikasi
Heli Kirim Bantuan ke Lokasi yang Terisolasi Diterjang Banjir Sulsel
Kisah Orang Super Kaya yang Ingin Hidup Hingga 125 Tahun
Remaja Usia 12 Tahun Melahirkan Anak di Perth
Sepeda Motor Tertabrak KRL di Kalibata, 2 Orang Tewas di Tempat
Impor Komoditas Pertanian, Sampai Kapan?
Pasca Kajian Bareng, Irwansyah Berharap Umroh dengan Raffi Ahmad
Kylie Jenner Pamer Liburan di Pantai, Justin Bieber Protes Tak Diajak
Gara-gara Sering Dijahili, Rafathar Selalu Ingat Baim Wong
Dikabarkan Pindah Keyakinan, Soraya Haque Akhirnya Klarifikasi
Heli Kirim Bantuan ke Lokasi yang Terisolasi Diterjang Banjir Sulsel
Kisah Orang Super Kaya yang Ingin Hidup Hingga 125 Tahun
Remaja Usia 12 Tahun Melahirkan Anak di Perth
Sepeda Motor Tertabrak KRL di Kalibata, 2 Orang Tewas di Tempat