Kenapa Swiss jadi Tempat Aman Bagi WNI Simpan Duit?
Posted Date : 06-02-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 195 kali.
Merdeka.com - Indonesia dan Swiss telah menandatangani perjanjian bantuan hukum timbal balik, atau dikenal dengan mutual legal assistance. Terdapat 39 pasal dalam perjanjian tersebut yang mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Pembahasan hingga bermuara tanda tangan perjanjian tersebut tidak dilakukan singkat. Ada dua kali putaran perundingan, yakni di Bali dan di Bern, Swiss.
Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril menilai penandatanganan perjanjian MLA menunjukan indikasi banyak aset 'kotor' warga negara Indonesia yang tersimpan di Swiss.
"Itu salah satu tujuannya (penandatanganan perjanjian MLA) karena kita tahu Swiss menjadi negara yang paling aman untuk menyimpan aset dari hasil kejahatan karena ketatnya sistem perbankan mereka, sehingga ini perlu didorong adanya kerjasama hukum," kata Oce kepada merdeka.com, Selasa (5/2) malam.
Saking ketatnya sistem perbankan negara pengekspor cokelat terbesar itu, Oce menduga nilai aset warga negara Indonesia yang tersimpan di sana sangat besar. Oleh sebab itu, imbuhnya, penandatanganan MLA menjadi jalan pembuka bagi pemerintah menarik aset khususnya yang terindikasi diperoleh dari tindak kejahatan.
Nantinya setelah MLA ditandatangani, kata Oce, pemerintah harus menyiapkan teknis hukum perkara jika ingin menarik aset para terduga pelaku tindak pidana korupsi.
"Disiapkan perkara hukumnya, didakwakan, setelah ada putusan pengadilan itu menjadi dasar kita mendapat akses perbankan WNI yang dianggap melakukan kejahatan," tandasnya.
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengamini adanya penandatanganan perjanjian MLA menjadi angin segar bagi aparat penegak hukum mengejar aset yang dianggap berasal dari hasil kejahatan.
Bukan hanya menarik aset, Agus menuturkan, perjanjian MLA sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Permintaan Bantuan Timbal Balik di antaranya membantu proses hukum mencari barang bukti, atau menghadirkan saksi.
"Jadi MLA tidak hanya sekedar menarik aset saja, tapi juga bagaimana kita mendapat akses mencari barang bukti, menghadirkan saksi. Itu keuntungan lainnya," kata Agus.
Diketahui, Senin (4/2), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani perjanjian MLA dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss.
Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Menteri Yasonna menyatakan perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).
"Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya," ujar Menkumham dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Selasa (5/2).
Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang ditandatangani Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran), dan bagi Swiss adalah perjanjian MLA yang ke-14 dengan negara non-Eropa. [did]
Sumber : https://www.merdeka.com/peristiwa/kenapa-swiss-jadi-tempat-aman-bagi-wni-simpan-duit.html
Pembahasan hingga bermuara tanda tangan perjanjian tersebut tidak dilakukan singkat. Ada dua kali putaran perundingan, yakni di Bali dan di Bern, Swiss.
Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril menilai penandatanganan perjanjian MLA menunjukan indikasi banyak aset 'kotor' warga negara Indonesia yang tersimpan di Swiss.
"Itu salah satu tujuannya (penandatanganan perjanjian MLA) karena kita tahu Swiss menjadi negara yang paling aman untuk menyimpan aset dari hasil kejahatan karena ketatnya sistem perbankan mereka, sehingga ini perlu didorong adanya kerjasama hukum," kata Oce kepada merdeka.com, Selasa (5/2) malam.
Saking ketatnya sistem perbankan negara pengekspor cokelat terbesar itu, Oce menduga nilai aset warga negara Indonesia yang tersimpan di sana sangat besar. Oleh sebab itu, imbuhnya, penandatanganan MLA menjadi jalan pembuka bagi pemerintah menarik aset khususnya yang terindikasi diperoleh dari tindak kejahatan.
Nantinya setelah MLA ditandatangani, kata Oce, pemerintah harus menyiapkan teknis hukum perkara jika ingin menarik aset para terduga pelaku tindak pidana korupsi.
"Disiapkan perkara hukumnya, didakwakan, setelah ada putusan pengadilan itu menjadi dasar kita mendapat akses perbankan WNI yang dianggap melakukan kejahatan," tandasnya.
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengamini adanya penandatanganan perjanjian MLA menjadi angin segar bagi aparat penegak hukum mengejar aset yang dianggap berasal dari hasil kejahatan.
Bukan hanya menarik aset, Agus menuturkan, perjanjian MLA sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Permintaan Bantuan Timbal Balik di antaranya membantu proses hukum mencari barang bukti, atau menghadirkan saksi.
"Jadi MLA tidak hanya sekedar menarik aset saja, tapi juga bagaimana kita mendapat akses mencari barang bukti, menghadirkan saksi. Itu keuntungan lainnya," kata Agus.
Diketahui, Senin (4/2), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani perjanjian MLA dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss.
Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Menteri Yasonna menyatakan perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).
"Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya," ujar Menkumham dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Selasa (5/2).
Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang ditandatangani Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran), dan bagi Swiss adalah perjanjian MLA yang ke-14 dengan negara non-Eropa. [did]
Sumber : https://www.merdeka.com/peristiwa/kenapa-swiss-jadi-tempat-aman-bagi-wni-simpan-duit.html
Pemeriksaan 2 Pegawai KPK Atas Kasus Penganiayaan Batal Digelar
Buntut Tudingan Spionase, Huawei Akan Dikeluarkan dari Pasar Utama?
Diduga Korban Perdagangan Manusia, 193 WN Bangladesh Disekap Dalam Ruko di Medan
Miris, Sopir Ambulans Ini Turunkan Pasien di Pinggir Jalan Sepi
Tak Cuma Kevin/Marcus, Aksi Fenomenal Candra/Sigit Juga Dikenang Dunia
Paus Fransiskus Akui Kasus Biarawati Dijadikan Budak Seks Pastor
Tujuh Inisial Artis yang Dipanggil Polisi Bareng Della Perez
182 WNA Berpaspor Palsu Ditangkap Selama Musim Liburan Tahun Baru
Gempa 4,9 SR Goyang Mamuju Sulbar
Horor, Raditya Dika Didatangi Hantu Dokter Bedah RS Mardi Waluyo
Buntut Tudingan Spionase, Huawei Akan Dikeluarkan dari Pasar Utama?
Diduga Korban Perdagangan Manusia, 193 WN Bangladesh Disekap Dalam Ruko di Medan
Miris, Sopir Ambulans Ini Turunkan Pasien di Pinggir Jalan Sepi
Tak Cuma Kevin/Marcus, Aksi Fenomenal Candra/Sigit Juga Dikenang Dunia
Paus Fransiskus Akui Kasus Biarawati Dijadikan Budak Seks Pastor
Tujuh Inisial Artis yang Dipanggil Polisi Bareng Della Perez
182 WNA Berpaspor Palsu Ditangkap Selama Musim Liburan Tahun Baru
Gempa 4,9 SR Goyang Mamuju Sulbar
Horor, Raditya Dika Didatangi Hantu Dokter Bedah RS Mardi Waluyo
Miliki Sabu, Selebrgram Reva Alexa Ditangkap Polisi
Megathrust Mentawai Kian Dekat Ancam Sumbar, Ini yang Dipersiapkan BMKG
LRT Palembang Merugi, Habiskan Listrik 1,6 Miliar/Hari, Cuma Dapat 500 Juta/Bulan
Waspada Bencana, Sumbar Ada di Atas Patahan Lempeng dan Cincin Api
Reka Ulang Pembunuhan Gandhi, Wanita Tokoh Hindu Sayap Kanan Ditangkap
Wali Kota Padang Tolak RUU P-KS karena dinilai Pro LGBT
Waspada DBD, Berantas Sarang Nyamuk dengan Tepat
Mahasiswa Kaltim Rihlah Sambil Berbahasa Arab
IHW: Berbahaya Jika Produk Malaysia Tak Perlu Lagi Disertifikasi Halal Oleh MUI
Kunjungi Pengungsi Rohingya, Angelina Jolie: Saya Berdiri Bersama Anda
Megathrust Mentawai Kian Dekat Ancam Sumbar, Ini yang Dipersiapkan BMKG
LRT Palembang Merugi, Habiskan Listrik 1,6 Miliar/Hari, Cuma Dapat 500 Juta/Bulan
Waspada Bencana, Sumbar Ada di Atas Patahan Lempeng dan Cincin Api
Reka Ulang Pembunuhan Gandhi, Wanita Tokoh Hindu Sayap Kanan Ditangkap
Wali Kota Padang Tolak RUU P-KS karena dinilai Pro LGBT
Waspada DBD, Berantas Sarang Nyamuk dengan Tepat
Mahasiswa Kaltim Rihlah Sambil Berbahasa Arab
IHW: Berbahaya Jika Produk Malaysia Tak Perlu Lagi Disertifikasi Halal Oleh MUI
Kunjungi Pengungsi Rohingya, Angelina Jolie: Saya Berdiri Bersama Anda