Perusahaan Penyebab Kebakaran Hutan Indonesia Tunggak Denda Triliunan Rupiah
Posted Date : 18-02-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 183 kali.
Kebakaran hutan pada tahun 2015 telah menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi Indonesia, diperkirakan mencapai US$16 miliar. Kebakaran itu disebabkan oleh perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan bubuk kayu, yang sampai sekarang terus menghindar dari tanggung jawab. Denda yang seharusnya mereka bayarkan masih menunggak, dan jumlahnya telah mencapai triliunan rupiah.
Oleh: Stephen Wright dan Niniek Karmini (AP/Sydney Morning Herald)
Perusahaan-perusahaan perkebunan yang didenda karena membakar sejumlah besar lahan sejak tahun 2009 gagal membayar jutaan dolar penalti yang ditujukan untuk meminta pertanggungjawaban mereka karena telah menciptakan kerugian besar terhadap lingkungan dan manusia.
Perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit dan serbuk kayu yang terlibat dalam kebakaran itu berhutang lebih US$220 juta denda dan angka untuk penalti yang tidak dibayarkan akibat penghancuran lingkungan telah membengkak sampai $1,3 miliar ketika satu kasus penebangan hutan ilegal dari tahun 2013 dimasukkan. Hal itu menurut kesimpulan terpisah yang disatukan oleh Greenpeace dan Menteri Lingkungan dan Kehutanan.
Api akibat musim kemarau tahunan di Indonesia sangatlah buruk terutama di tahun 2015, membakar 2,6 juta hektar lahan dan menyebarkan asap beracun ke seluruh Indonesia, Singapura, selatan Thailand dan Malaysia. Bank Dunia memperkirakan kebakaran hutan itu merugikan Indonesia sampai $16 miliar. Penelitian dari Harvard dan Columbia memperkirakan asap dari kebakaran itu telah mempercepat 100.000 kematian di wilayah tersebut.
Presiden Indonesia Joko Widodo dan pejabat senior lainnya berjanji akan mengambil tindakan namun tuntutan hukum berulang oleh 10 perusahaan yang dibawa ke pengadilan oleh perusahaan lingkungan telah menyeret kasus ini selama bertahun-tahun.
Kementerian telah mengeluarkan pernyataan yang menyoroti kemajuan dalam memberi sanksi terhadap perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan. Namun, dua perusahaan yang disebutkan dalam pernyataan itu yang telah membayar denda mereka sejumlah $2 juta terlibat dalam kerusakan lingkungan akibat pertambangan terbuka, bukan kebakaran, ujar direktur jenderal penegakan hukum kementerian, Rasio Ridho Sani, kepada The Associated Press.
Greenpeace Indonesia mengatakan, denda yang belum dibayarkan itu adalah hutang kepada rakyat Indonesia yang bisa membayar restorasi hutan besar-besaran dan untuk infrastruktur darurat dan kesehatan untuk ketika kebakaran terjadi lagi.
“Dengan tidak menegakkan hukum ini pemerintah memberikan pesan berbahaya: keuntungan perusahaan berada di atas hukum, udara bersih, kesehatan, dan perlindungan hutan,” ujar aktivis hutan Arie Rompas dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat.
Dalam sebuah kasus yang dikutip menyebabkan kebakaran antara tahun 2009 dan 2012, perusahaan minyak kelapa sawit Kallista Alam naik banding atas tuntutan terhadapnya yang sebesar 336 miliar rupiah. Perusahaan itu terus naik banding sampai ke Mahkamah Agung, lalu kemudian meminta peninjauan yudisial setelah MA memutuskan untuk menolak bandingnya.
Api secara sengaja dinyalakan oleh perusahaan itu pada tahun 2012 untuk membersihkan lahan untuk kelapa sawit, yang kemudian mejalar sampai ke rawa Tripa di Aceh, membunuh satwa-satwa liar termasuk orangutan Sumatra yang langka. Api kemudian melingkupi wilayah itu dalam asap tebal.
Tripa adalah bagian dari Taman Nasional Leuser seluas 2,6 juta hektar, yang adalah rumah terakhir di Bumi dimana orangutan Sumatra, harimau, gajah, dan badak berbagi ekosistem yang sama.
Ketika Mahkamah Agung menolak peninjauan yudisial Kallista Alam, perusahaan itu sepertinya sudah kehabisan pilihan hukum.
Namun, mereka menghindari pembayaran dengan mendapatkan perintah perlindungan legal tahun lalu dari pengadilan kabupaten Meulaboh tahun lalu di Aceh, yang bertanggungjawab untuk menegakkan pembayaran denda, menurut dokumen kementrian yang menjabarkan berbagai bentuk contoh penolakan kerja sama dari pengadilan tersebut. Kementerian mengatakan, mereka telah menaikkan perintah itu ke Mahkamah Agung.
Para aktivis yang mengatakan mereka telah mengumpulkan 200.000 tanda tangan untuk satu petisi melawan Kallista Alama telah berdemonstrasi di luar pengadilan Meulaboh pada bulan Januari, menurut laporan media Aceh. Kallista Alam tidak bisa dihubungi. Nomor telepon yang terdaftar dalam basis data online tidak aktif.
Sani, pejabat dari kementerian lingkungan, mengatakan dalam tujuh kasus penegakan pembayaran denda tertahan karena pengadilan lokal yang bertanggung jawab atas penegakan hukuman itu dan perusahaan-perusahaan yang terlibat belum menerima keputusan terakhir.
“Kementerian Lingkungan dan Perhutanan konsisten dalam melakukan upaya penegakan hukum lingkungan, termasuk kebakaran lahan dan hutan, dengan mengajukan tuntutan di pengadilan sipil, pidana, dan perdata,” ujarnya.
Dalam satu kasus dari tahun 2014, kementerian berusaha mendapatkan pembayaran denda sebesar 7,8 triliun rupiah atas kebarakan di 20.000 hektar lahan yang dikontrol oleh Bumi Mekar Hijau, perusahaan bubuk kayu yang merupakan bagian dari konglomerat Sinar Mas.
Pengadilan provinsi pada tahun 2016 menjatuhkan denda yang jauh lebih kecil sebesar 78 miliar rupiah, yang masih belum dibayar sampai sekarang.
Seorang juru bicara untuk bagian Asia Pulp & Paper dari Sinar Mas, yang dimiliki oleh salah satu keluarga terkaya di Asia, mengatakan direktur yang mengurusi kasus itu sedang sakit dan tidak bisa segera dihubungi.
“Sebagai warga negara, jika kami tidak membayar pajak kami dimasukkan ke penjara,” ujar Rompas, juru kampanye dari Greenpeace. “Jadi kenapa para pemilik perusahaan-perusahaan besar ini tidak dipaksa hutang denda mereka atau dikirim ke penjara jika mereka tidak membayar?”
Keterangan foto utama: Hilangnya biomassa hutan di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2013. Sumatra tampaknya memiliki tingkat tertinggi, dalam warna oranye. (Foto: Global Forest Watch)
Sumber : https://www.matamatapolitik.com/perusahaan-penyebab-kebakaran-hutan-indonesia-tunggak-denda-triliunan-rupiah/
Oleh: Stephen Wright dan Niniek Karmini (AP/Sydney Morning Herald)
Perusahaan-perusahaan perkebunan yang didenda karena membakar sejumlah besar lahan sejak tahun 2009 gagal membayar jutaan dolar penalti yang ditujukan untuk meminta pertanggungjawaban mereka karena telah menciptakan kerugian besar terhadap lingkungan dan manusia.
Perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit dan serbuk kayu yang terlibat dalam kebakaran itu berhutang lebih US$220 juta denda dan angka untuk penalti yang tidak dibayarkan akibat penghancuran lingkungan telah membengkak sampai $1,3 miliar ketika satu kasus penebangan hutan ilegal dari tahun 2013 dimasukkan. Hal itu menurut kesimpulan terpisah yang disatukan oleh Greenpeace dan Menteri Lingkungan dan Kehutanan.
Api akibat musim kemarau tahunan di Indonesia sangatlah buruk terutama di tahun 2015, membakar 2,6 juta hektar lahan dan menyebarkan asap beracun ke seluruh Indonesia, Singapura, selatan Thailand dan Malaysia. Bank Dunia memperkirakan kebakaran hutan itu merugikan Indonesia sampai $16 miliar. Penelitian dari Harvard dan Columbia memperkirakan asap dari kebakaran itu telah mempercepat 100.000 kematian di wilayah tersebut.
Presiden Indonesia Joko Widodo dan pejabat senior lainnya berjanji akan mengambil tindakan namun tuntutan hukum berulang oleh 10 perusahaan yang dibawa ke pengadilan oleh perusahaan lingkungan telah menyeret kasus ini selama bertahun-tahun.
Kementerian telah mengeluarkan pernyataan yang menyoroti kemajuan dalam memberi sanksi terhadap perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan. Namun, dua perusahaan yang disebutkan dalam pernyataan itu yang telah membayar denda mereka sejumlah $2 juta terlibat dalam kerusakan lingkungan akibat pertambangan terbuka, bukan kebakaran, ujar direktur jenderal penegakan hukum kementerian, Rasio Ridho Sani, kepada The Associated Press.
Greenpeace Indonesia mengatakan, denda yang belum dibayarkan itu adalah hutang kepada rakyat Indonesia yang bisa membayar restorasi hutan besar-besaran dan untuk infrastruktur darurat dan kesehatan untuk ketika kebakaran terjadi lagi.
“Dengan tidak menegakkan hukum ini pemerintah memberikan pesan berbahaya: keuntungan perusahaan berada di atas hukum, udara bersih, kesehatan, dan perlindungan hutan,” ujar aktivis hutan Arie Rompas dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat.
Dalam sebuah kasus yang dikutip menyebabkan kebakaran antara tahun 2009 dan 2012, perusahaan minyak kelapa sawit Kallista Alam naik banding atas tuntutan terhadapnya yang sebesar 336 miliar rupiah. Perusahaan itu terus naik banding sampai ke Mahkamah Agung, lalu kemudian meminta peninjauan yudisial setelah MA memutuskan untuk menolak bandingnya.
Api secara sengaja dinyalakan oleh perusahaan itu pada tahun 2012 untuk membersihkan lahan untuk kelapa sawit, yang kemudian mejalar sampai ke rawa Tripa di Aceh, membunuh satwa-satwa liar termasuk orangutan Sumatra yang langka. Api kemudian melingkupi wilayah itu dalam asap tebal.
Tripa adalah bagian dari Taman Nasional Leuser seluas 2,6 juta hektar, yang adalah rumah terakhir di Bumi dimana orangutan Sumatra, harimau, gajah, dan badak berbagi ekosistem yang sama.
Ketika Mahkamah Agung menolak peninjauan yudisial Kallista Alam, perusahaan itu sepertinya sudah kehabisan pilihan hukum.
Namun, mereka menghindari pembayaran dengan mendapatkan perintah perlindungan legal tahun lalu dari pengadilan kabupaten Meulaboh tahun lalu di Aceh, yang bertanggungjawab untuk menegakkan pembayaran denda, menurut dokumen kementrian yang menjabarkan berbagai bentuk contoh penolakan kerja sama dari pengadilan tersebut. Kementerian mengatakan, mereka telah menaikkan perintah itu ke Mahkamah Agung.
Para aktivis yang mengatakan mereka telah mengumpulkan 200.000 tanda tangan untuk satu petisi melawan Kallista Alama telah berdemonstrasi di luar pengadilan Meulaboh pada bulan Januari, menurut laporan media Aceh. Kallista Alam tidak bisa dihubungi. Nomor telepon yang terdaftar dalam basis data online tidak aktif.
Sani, pejabat dari kementerian lingkungan, mengatakan dalam tujuh kasus penegakan pembayaran denda tertahan karena pengadilan lokal yang bertanggung jawab atas penegakan hukuman itu dan perusahaan-perusahaan yang terlibat belum menerima keputusan terakhir.
“Kementerian Lingkungan dan Perhutanan konsisten dalam melakukan upaya penegakan hukum lingkungan, termasuk kebakaran lahan dan hutan, dengan mengajukan tuntutan di pengadilan sipil, pidana, dan perdata,” ujarnya.
Dalam satu kasus dari tahun 2014, kementerian berusaha mendapatkan pembayaran denda sebesar 7,8 triliun rupiah atas kebarakan di 20.000 hektar lahan yang dikontrol oleh Bumi Mekar Hijau, perusahaan bubuk kayu yang merupakan bagian dari konglomerat Sinar Mas.
Pengadilan provinsi pada tahun 2016 menjatuhkan denda yang jauh lebih kecil sebesar 78 miliar rupiah, yang masih belum dibayar sampai sekarang.
Seorang juru bicara untuk bagian Asia Pulp & Paper dari Sinar Mas, yang dimiliki oleh salah satu keluarga terkaya di Asia, mengatakan direktur yang mengurusi kasus itu sedang sakit dan tidak bisa segera dihubungi.
“Sebagai warga negara, jika kami tidak membayar pajak kami dimasukkan ke penjara,” ujar Rompas, juru kampanye dari Greenpeace. “Jadi kenapa para pemilik perusahaan-perusahaan besar ini tidak dipaksa hutang denda mereka atau dikirim ke penjara jika mereka tidak membayar?”
Keterangan foto utama: Hilangnya biomassa hutan di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2013. Sumatra tampaknya memiliki tingkat tertinggi, dalam warna oranye. (Foto: Global Forest Watch)
Sumber : https://www.matamatapolitik.com/perusahaan-penyebab-kebakaran-hutan-indonesia-tunggak-denda-triliunan-rupiah/
Blokir Huawei, Hubungan China dan Selandia Baru Tegang
Tembok Perbatasan Palsu untuk Status Darurat Nasional Palsu
Iran: Pakistan Akan ‘Menerima Konsekuensi Berat’ atas Serangan Bom Bunuh Diri
Serangan Kashmir: Pensiunan Jenderal India Peringatkan Risiko Serang Pakistan
Turki akan Buru Semua Kelompok Teroris
Kezaliman terhadap Muslim Uighur Kembali Diungkap dalam Konferensi di London
SIT Fajar Hidayah Raih Penghargaan Silver Medal dari Kemenlu Republik Ceko
AILA Galang Penolakan terhadap RUU P-KS di Sejumlah Kota
Pejabat PBB Serukan Pencabutan Blokade Gaza
Komunitas Ketimbang Ngemis Bali gelar Sedekah Nasi Jumat
Tembok Perbatasan Palsu untuk Status Darurat Nasional Palsu
Iran: Pakistan Akan ‘Menerima Konsekuensi Berat’ atas Serangan Bom Bunuh Diri
Serangan Kashmir: Pensiunan Jenderal India Peringatkan Risiko Serang Pakistan
Turki akan Buru Semua Kelompok Teroris
Kezaliman terhadap Muslim Uighur Kembali Diungkap dalam Konferensi di London
SIT Fajar Hidayah Raih Penghargaan Silver Medal dari Kemenlu Republik Ceko
AILA Galang Penolakan terhadap RUU P-KS di Sejumlah Kota
Pejabat PBB Serukan Pencabutan Blokade Gaza
Komunitas Ketimbang Ngemis Bali gelar Sedekah Nasi Jumat
Pemilu Presiden Nigeria Mendadak Ditunda, Kecewakan Jutaan Warga
Sekretaris Pers Gedung Putih Diwawancarai untuk Penyelidikan Mueller
Qatar Serahkan Bantuan bagi Pengungsi Suriah di Lebanon
Banjir Landa Tambang Emas di Zimbabwe, 24 Orang Tewas
Gunakan Motor, Pria Masuki Ruang Keberangkatan Bandara Pakistan
Arab Saudi-Pakistan Sepakati Investasi Senilai Rp282 Triliun
Vietnam Siagakan Patroli Keamanan Jelang KTT AS-Korut
Bentrokan di Gaza Lukai 19 Warga Palestina dan Tentara Israel
PM Australia Tuding Negara Asing Retas Pejabatnya
Negosiasi AS-Taliban di Pakistan Ditunda
Sekretaris Pers Gedung Putih Diwawancarai untuk Penyelidikan Mueller
Qatar Serahkan Bantuan bagi Pengungsi Suriah di Lebanon
Banjir Landa Tambang Emas di Zimbabwe, 24 Orang Tewas
Gunakan Motor, Pria Masuki Ruang Keberangkatan Bandara Pakistan
Arab Saudi-Pakistan Sepakati Investasi Senilai Rp282 Triliun
Vietnam Siagakan Patroli Keamanan Jelang KTT AS-Korut
Bentrokan di Gaza Lukai 19 Warga Palestina dan Tentara Israel
PM Australia Tuding Negara Asing Retas Pejabatnya
Negosiasi AS-Taliban di Pakistan Ditunda