Thailand Janji Akhiri Penahanan Pengungsi Anak
Posted Date : 24-01-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 236 kali.
Hidayatullah.com—Para pejabat di Thailand telah menandatangani nota kesepahaman yang menyatakan bahwa mereka akan mengakhiri praktik penahanan imigran di bawah umur. Namun, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan masih banyak yang perlu dilakukan untuk melindungi migran anak di negara itu.
Memorandum of Understanding (MoU) yang diteken hari Selasa (22/1/2019) itu merupakan langkah resmi perdana untuk memenuhi janji yang dibuat oleh Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, yang pertama kali berjanji untuk mengakhiri penahanan pengungsi anak pada tahun 2006 dalam sebuah konferensi tingkat tinggi soal pengungsi di New York, lansir DW.
MoU itu ditandatangani oleh para pejabat dari beberapa lembaga, tetapi tidak menyebutkan secara khusus soal waktu pelaksanaan dan bagaimana langkah untuk perbaikan kondisi anak-anak pengungsi dalam tahanan.
Dalam sebuah pernyataan gabungan, beberapa organisasi peduli hak asasi manusia –di antaranya Asia Pacific Refugee Rights Network (APRRN), Human Rights Watch, Fortify Rights, Asylum Access Thailand (AAT), Migrant Working Group (MWG), Center for Asylum Protection, dan Coalition for the Rights of Refugees and Stateless Persons (CRSP)– menyambut baik kerangka kerja baru tersebut, yang berkomitmen menahan anak-anak pengungsi dalam kurun waktu sesingkat mungkin dan hanya akan mengirim migran anak ilegal ke pusat-pusat penampungan swasta sebagai opsi tindakan paling akhir.
Namun demikian, kelompok-kelompok peduli HAM itu mengatakan bahwa MoU tersebut tidak mencakup sejumlah masalah penting lain, seperti soal pemisahan keluarga dan para ibu migran yang hanya diberikan pembebasan tahanan setelah membayar uang 50.000 bhat ($1.500). Kelompok peduli HAM menilai keharusan membayar sejumlah uang itu merupakan tindakan pemerasan terhadap para pengungsi, sementara mereka tidak diperbolehkan bekerja secara legal di Thailand. Tidak hanya itu, kebijakan bebas dari tahanan dengan uang jaminan tersebut hanya berlaku bagi ibu dan anaknya tetapi tidak berlaku untuk ayah.
Giuseppe De Vincentiis, perwakilan lembaga urusan pengungsi PBB UNHCR di Bangkok, menyambut baik MoU itu yang disebutnya sebagai “contoh positif pendekatan kemanusiaan Thailand dalam masalah pengungsi dan pencari suaka.”
Vincentiis mengatakan bahwa sementara PBB memuji langkah Thailand yang akan membebaskan tahanan migran di bawah umur, pihaknya juga berharap pemerintah Bangkok akan segera mengeluarkan dari tahanan para ibu dan anak-anaknya.
Thailand bukan negara penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 dan tidak mengakui eksistensi pengungsi secara formal. Negara itu selama ini dikecam karena menempatkan para migran dalam tahanan dan kemudian memaksa mereka untuk bekerja secara ilegal untuk mendapatkan uang. Lebih dari 3.000 orang saat ini dikurung dalam tahanan-tahanan imigrasi di seluruh Thailand.*
Rep: Ama Farah
Editor: Dija
Sumber : https://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/01/23/158824/thailand-janji-akhiri-penahanan-pengungsi-anak.html
Memorandum of Understanding (MoU) yang diteken hari Selasa (22/1/2019) itu merupakan langkah resmi perdana untuk memenuhi janji yang dibuat oleh Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, yang pertama kali berjanji untuk mengakhiri penahanan pengungsi anak pada tahun 2006 dalam sebuah konferensi tingkat tinggi soal pengungsi di New York, lansir DW.
MoU itu ditandatangani oleh para pejabat dari beberapa lembaga, tetapi tidak menyebutkan secara khusus soal waktu pelaksanaan dan bagaimana langkah untuk perbaikan kondisi anak-anak pengungsi dalam tahanan.
Dalam sebuah pernyataan gabungan, beberapa organisasi peduli hak asasi manusia –di antaranya Asia Pacific Refugee Rights Network (APRRN), Human Rights Watch, Fortify Rights, Asylum Access Thailand (AAT), Migrant Working Group (MWG), Center for Asylum Protection, dan Coalition for the Rights of Refugees and Stateless Persons (CRSP)– menyambut baik kerangka kerja baru tersebut, yang berkomitmen menahan anak-anak pengungsi dalam kurun waktu sesingkat mungkin dan hanya akan mengirim migran anak ilegal ke pusat-pusat penampungan swasta sebagai opsi tindakan paling akhir.
Namun demikian, kelompok-kelompok peduli HAM itu mengatakan bahwa MoU tersebut tidak mencakup sejumlah masalah penting lain, seperti soal pemisahan keluarga dan para ibu migran yang hanya diberikan pembebasan tahanan setelah membayar uang 50.000 bhat ($1.500). Kelompok peduli HAM menilai keharusan membayar sejumlah uang itu merupakan tindakan pemerasan terhadap para pengungsi, sementara mereka tidak diperbolehkan bekerja secara legal di Thailand. Tidak hanya itu, kebijakan bebas dari tahanan dengan uang jaminan tersebut hanya berlaku bagi ibu dan anaknya tetapi tidak berlaku untuk ayah.
Giuseppe De Vincentiis, perwakilan lembaga urusan pengungsi PBB UNHCR di Bangkok, menyambut baik MoU itu yang disebutnya sebagai “contoh positif pendekatan kemanusiaan Thailand dalam masalah pengungsi dan pencari suaka.”
Vincentiis mengatakan bahwa sementara PBB memuji langkah Thailand yang akan membebaskan tahanan migran di bawah umur, pihaknya juga berharap pemerintah Bangkok akan segera mengeluarkan dari tahanan para ibu dan anak-anaknya.
Thailand bukan negara penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 dan tidak mengakui eksistensi pengungsi secara formal. Negara itu selama ini dikecam karena menempatkan para migran dalam tahanan dan kemudian memaksa mereka untuk bekerja secara ilegal untuk mendapatkan uang. Lebih dari 3.000 orang saat ini dikurung dalam tahanan-tahanan imigrasi di seluruh Thailand.*
Rep: Ama Farah
Editor: Dija
Sumber : https://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/01/23/158824/thailand-janji-akhiri-penahanan-pengungsi-anak.html
Awas, Ambon Akan Terkena Tsunami Besar Seperti di Aceh Tahun 2004
Soal e-KTP Buat Orgil, Warganet: Mau Pilpres, Orang Gila Lebih Diprioritaskan…
Karni Ilyas Calon Moderator, Tim Prabowo Yakin Debat Jadi Berbobot
Simak! Rocky Gerung vs Effendi Gazali: Debat Rasa Bimbel
Ba’asyir Batal Bebas, Jokowi Dinilai Lemah dan Gak Mampu Kelola Pemerintah
Ketemu Sandiaga Uno, Emak-Emak Ini Merengek Minta Foto sampai Nangis
50 Keluarga Korban Lion Air `Diusir` dari Hotel
Banjir Setinggi Atap, Ribuan Warga Antang Makassar Memilih Bertahan di Rumah
Tak Punya Hidung, Rupanya Begini Cara Semut Bisa Menemukan Jalan yang Benar
Warga Kota Batu Diimbau Tak Dekat Pohon Saat Hujan Lebat
Soal e-KTP Buat Orgil, Warganet: Mau Pilpres, Orang Gila Lebih Diprioritaskan…
Karni Ilyas Calon Moderator, Tim Prabowo Yakin Debat Jadi Berbobot
Simak! Rocky Gerung vs Effendi Gazali: Debat Rasa Bimbel
Ba’asyir Batal Bebas, Jokowi Dinilai Lemah dan Gak Mampu Kelola Pemerintah
Ketemu Sandiaga Uno, Emak-Emak Ini Merengek Minta Foto sampai Nangis
50 Keluarga Korban Lion Air `Diusir` dari Hotel
Banjir Setinggi Atap, Ribuan Warga Antang Makassar Memilih Bertahan di Rumah
Tak Punya Hidung, Rupanya Begini Cara Semut Bisa Menemukan Jalan yang Benar
Warga Kota Batu Diimbau Tak Dekat Pohon Saat Hujan Lebat
BPN: Tabloid “Indonesia Barokah” berisi Fitnah Sudutkan Prabowo-Sandi
Hong Kong Pidanakan Penista Lagu Kebangsaan China
Banjir Makassar, Panitia Reuni Santri Al-Bayan Jadi Relawan SAR
Banjir di Sulsel Landa 53 Kecamatan, 9 Kota-Kabupaten
Media Asing Sebut Ustadz Abu Batal Bebas karena Tekanan Australia
Kampung Qur’an Melempu Kedatangan Rian D’Masiv
Pembangunan Shelter Lokal Tahap Pertama Korban Tsunami Banten Selesai
Mengenal Sosok Prabowo dari Guru Ngajinya
Sandi: Hukum Jangan Digunakan untuk Kepentingan Kekuasaan
Kisah Dakwah Dai Muda di Kaki Bromo
Hong Kong Pidanakan Penista Lagu Kebangsaan China
Banjir Makassar, Panitia Reuni Santri Al-Bayan Jadi Relawan SAR
Banjir di Sulsel Landa 53 Kecamatan, 9 Kota-Kabupaten
Media Asing Sebut Ustadz Abu Batal Bebas karena Tekanan Australia
Kampung Qur’an Melempu Kedatangan Rian D’Masiv
Pembangunan Shelter Lokal Tahap Pertama Korban Tsunami Banten Selesai
Mengenal Sosok Prabowo dari Guru Ngajinya
Sandi: Hukum Jangan Digunakan untuk Kepentingan Kekuasaan
Kisah Dakwah Dai Muda di Kaki Bromo