Pakar Hukum: Vonis Ahmad Dhani tampak Terlalu Dipaksakan
Posted Date : 03-02-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 188 kali.
Hidayatullah.com– Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyoal vonis terhadap musisi yang juga politisi Partai Gerindra, Ahmad Dhani Prasetyo.
Dhani dikenakan pasal 28 ayat (2) UU ITE yang dianggap menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan).
Fickar menilai, hakim tidak bisa mengidentifikasi individu atau kelompok mana yang berdasarkan SARA yang tersinggung dan merasakan adanya kebencian atau permusuhan atas kicauan Dhani di Twitter.
“Dalam konteks perkara AD (Ahmad Dhani) menyebut kebencian terhadap suku tertentu tidak ada, agama tidak juga, ras tidak juga,” jelasnya kepada hidayatullah.com di Jakarta, Jumat (01/02/2019).
Bagaimana dengan tafsir ‘antar golongan’? Meskipun hakim punya kebebasan menafsir, tapi, kata Fickar, harus jelas apa defenisi golongan itu.
Ia menerangkan, pengertian golongan masyarakat dalam pengertian juridiksi hukum itu sudah lama dihapus. Golongan Eropa, pribumi, dan timur asing, kata dia, sudah tidak ada lagi. Sebab hukum Indonesia sudah berlaku pada semua WNI, kecuali hukum yg bersifat privat seperti kewarisan dan lain-lain.
“Jadi tidak jelasnya pengertian golongan dan tidak adanya tweet yang menyebut ‘person’ dalam konteks SARA inilah ‘ruang karet itu’ yang bisa ditafsirkan hakim tanpa parameter dan reasoning (alasan) yang jelas. Putusan ini nampaknya tidak mengikuti kaidah “legal reasoning”, sehingga nampak terlalu dipaksakan,” ujarnya.
Ia menegaskan, penegakan hukum itu harus selalu ditopang oleh pembuktian yang nyata-nyata ada atau patut diduga ada kejadiannya. Bukan berdasarkan perkiraan semata.
“Karena hukum itu mengadili perbuatan. Bukan pikiran. Hukum juga harus berdasar bukti, bukan perkiraan,” ucapnya.* Andi
Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Sumber : https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2019/02/01/159363/pakar-hukum-vonis-ahmad-dhani-tampak-terlalu-dipaksakan.html
Dhani dikenakan pasal 28 ayat (2) UU ITE yang dianggap menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan).
Fickar menilai, hakim tidak bisa mengidentifikasi individu atau kelompok mana yang berdasarkan SARA yang tersinggung dan merasakan adanya kebencian atau permusuhan atas kicauan Dhani di Twitter.
“Dalam konteks perkara AD (Ahmad Dhani) menyebut kebencian terhadap suku tertentu tidak ada, agama tidak juga, ras tidak juga,” jelasnya kepada hidayatullah.com di Jakarta, Jumat (01/02/2019).
Bagaimana dengan tafsir ‘antar golongan’? Meskipun hakim punya kebebasan menafsir, tapi, kata Fickar, harus jelas apa defenisi golongan itu.
Ia menerangkan, pengertian golongan masyarakat dalam pengertian juridiksi hukum itu sudah lama dihapus. Golongan Eropa, pribumi, dan timur asing, kata dia, sudah tidak ada lagi. Sebab hukum Indonesia sudah berlaku pada semua WNI, kecuali hukum yg bersifat privat seperti kewarisan dan lain-lain.
“Jadi tidak jelasnya pengertian golongan dan tidak adanya tweet yang menyebut ‘person’ dalam konteks SARA inilah ‘ruang karet itu’ yang bisa ditafsirkan hakim tanpa parameter dan reasoning (alasan) yang jelas. Putusan ini nampaknya tidak mengikuti kaidah “legal reasoning”, sehingga nampak terlalu dipaksakan,” ujarnya.
Ia menegaskan, penegakan hukum itu harus selalu ditopang oleh pembuktian yang nyata-nyata ada atau patut diduga ada kejadiannya. Bukan berdasarkan perkiraan semata.
“Karena hukum itu mengadili perbuatan. Bukan pikiran. Hukum juga harus berdasar bukti, bukan perkiraan,” ucapnya.* Andi
Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Sumber : https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2019/02/01/159363/pakar-hukum-vonis-ahmad-dhani-tampak-terlalu-dipaksakan.html
Kemenag Akan Bangun Pusat Halal Indonesia Tahun ini
Operasi Gabungan Sita Dua Ton Lebih Kokain di Genoa
ADF: Serangan Udara Australia Tewaskan Warga Sipil Iraq
Tokoh Katolik Texas Sebut Nama 300 Pendeta Pedofil
Pentingnya Suara Umat Islam di Pemilu
Serangan Granat di Masjid Filipina, 2 Orang Tewas
Perangi Polusi Udara Bangkok, Thailand Semprotkan Air Pakai Drone
Umat Kristen Korea Utara Berdoa Ditutupi Selimut atau di Toilet
Palsukan Ijazah, Penderita Schizophrenia Kerja Jadi Dokter
Balas AS, Putin: Rusia Keluar dari Perjanjian Rudal Nuklir INF
Operasi Gabungan Sita Dua Ton Lebih Kokain di Genoa
ADF: Serangan Udara Australia Tewaskan Warga Sipil Iraq
Tokoh Katolik Texas Sebut Nama 300 Pendeta Pedofil
Pentingnya Suara Umat Islam di Pemilu
Serangan Granat di Masjid Filipina, 2 Orang Tewas
Perangi Polusi Udara Bangkok, Thailand Semprotkan Air Pakai Drone
Umat Kristen Korea Utara Berdoa Ditutupi Selimut atau di Toilet
Palsukan Ijazah, Penderita Schizophrenia Kerja Jadi Dokter
Balas AS, Putin: Rusia Keluar dari Perjanjian Rudal Nuklir INF
Albert Einstein: Siapa Bilang Yahudi Adalah Umat Pilihan
Gerindra: Jokowi Sebaiknya Fokus Kerja Selesaikan Janji, Gausah Nyindir-Nyindir
Hensat: Aksi 212 Dituding Wisatawan Penghamba Uang Bikin Blunder Kenceng Banget
Jokowi: Saya Tidak Pernah Takut apa Pun!
Soal Doa Mbah Moen, Sandi: Lidah Manusia Dikuasai Allah
Di Hati Mbah Maemon Memang Hanya Ada Prabowo Subianto
Dikunjungi Jokowi Santri Mbah Moen Pose Dua Jari, Ustaz Sani: Keberanian Itu Dari Sanubari
Perbedaan Mu’min dengan Kafir
Cukuplah Islam Menjadi Dien
Usai Menikah di Kupang, Dai Ditugaskan ke Flores
Gerindra: Jokowi Sebaiknya Fokus Kerja Selesaikan Janji, Gausah Nyindir-Nyindir
Hensat: Aksi 212 Dituding Wisatawan Penghamba Uang Bikin Blunder Kenceng Banget
Jokowi: Saya Tidak Pernah Takut apa Pun!
Soal Doa Mbah Moen, Sandi: Lidah Manusia Dikuasai Allah
Di Hati Mbah Maemon Memang Hanya Ada Prabowo Subianto
Dikunjungi Jokowi Santri Mbah Moen Pose Dua Jari, Ustaz Sani: Keberanian Itu Dari Sanubari
Perbedaan Mu’min dengan Kafir
Cukuplah Islam Menjadi Dien
Usai Menikah di Kupang, Dai Ditugaskan ke Flores