Australia Diam-Diam Datangkan Terduga Pembunuh Turis
Posted Date : 16-05-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 370 kali.
Dua pria asal Rwanda yang dituduh membunuh turis pada tahun 1999 telah dimukimkan di Australia sebagai bagian dari pertukaran pengungsi dengan Amerika Serikat, yang telah menahan keduanya selama 15 tahun.
Media di AS melaporkan kedua pria yang terlibat pembunuhan delapan turis di Uganda dibawa ke Australia pada November 2018.
Disebutkan, hal ini sebagai bagian dari pertukaran pengungsi yang dinegosiasikan oleh mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan pihak Pemerintahan Presiden Barack Obama.
Kedua orang ini telah mendekam dalam tahanan imigrasi AS setelah upaya mengadili mereka gagal.
Depadagri Australia yang membawahi imigrasi menolak mengomentari laporan itu. Namun sumber ABC menyebutkan kedua tersangka pembunuh itu telah dimukimkan di sini sejak tahun lalu.
Pada 2016, PM Turnbull membuat kesepakatan pertukaran pengungsi dengan Presiden Obama.
Dalam kesepakatan itu AS setuju menerima ratusan pengungsi dari Pulau Manus yang tidak diperbolehkan masuk ke Australia.
Kesepakatan itu memicu kemarahan Presiden Trump, yang menuding pendahulunya membuat kesepakatan yang tak sesuai dengan kepentingan negaranya.
Dalam percakapan telepon setelah Trump dilantik sebagai presiden, dia melampiaskan kekesalannya kepada PM Turnbull karena terpaksa menghormati kesepakatan itu.
"Hal ini membuat saya terlihat sangat buruk," ujar Trump kepada Turnbull saat itu.
PM Turnbull mengingatkan Presiden Trump agar mengingat dirinya sebagai pengusaha yang harus menghormati suatu perjanjian.
"Ini permasalahan besar. Saya pikir kita harus menghormati kesepakatan itu," ujar Turnbull dalam transkrip pembicaraan mereka.
"Saya memintamu sebagai seorang sahabat," tambahnya.
Pembicaraan telepon tersebut meringankan beban politik Pemerintahan Turnbull, terkait sistem pemrosesan pencari suaka ke Australia di luar Australia.
Belum diketahui pasti apakah penerimaan kedua orang Rwanda itu merupakan prasyarat dari kesepakatan tersebut.
Begitu pula, belum diketahui juga visa jenis apa yang digunakan keduanya masuk ke Australia.
Menurut Politico Magazine, kedua pria ini ditangkap setelah serangan tahun 1999 dan dipenjara di Virginia.
Majalah itu melaporkan dua warga AS dan enam turis lainnya terbunuh dengan parang dan kapak saat mereka mengunjungi hutan untuk menyaksikan gorila.
Disebutkan, jaksa di AS mendakwa keduanya dengan pelanggaran terorisme dan menuntut hukuman mati.
Tapi kasus itu dibatalkan pada tahun 2006 ketika seorang hakim menemukan bahwa pengakuan terdakwa diperoleh melalui penyiksaan di Rwanda.
UU Terorisme AS mengizinkan penahanan terdakwa selama 15 tahun, meskipun tidak ada tuntutan hukum.
Merelokasi keduanya memungkinkan AS untuk menghindar dari permasalahan hukum yang rumit.
Keduanya tidak dapat dikembalikan ke Rwanda karena mereka kemungkinan dianiaya, tapi juga tidak dapat diadili di AS.
Serangan tahun 1999 terjadi dalam konteks kerusuhan, lima tahun setelah Genosida Rwanda yang menewaskan 800.000 orang dalam pembantaian yang berlangsung 100 hari.
Aksi kedua orang ini diduga karena ingin menyatakan kemarahan mereka atas dukungan negara-negara Barat bagi Pemerintahan Tutsi di Rwanda.
Sumber : https://internasional.republika.co.id/berita/internasional/abc-australia-network/prl1b3/australia-diamdiam-datangkan-terduga-pembunuh-turis
Media di AS melaporkan kedua pria yang terlibat pembunuhan delapan turis di Uganda dibawa ke Australia pada November 2018.
Disebutkan, hal ini sebagai bagian dari pertukaran pengungsi yang dinegosiasikan oleh mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan pihak Pemerintahan Presiden Barack Obama.
Kedua orang ini telah mendekam dalam tahanan imigrasi AS setelah upaya mengadili mereka gagal.
Depadagri Australia yang membawahi imigrasi menolak mengomentari laporan itu. Namun sumber ABC menyebutkan kedua tersangka pembunuh itu telah dimukimkan di sini sejak tahun lalu.
Pada 2016, PM Turnbull membuat kesepakatan pertukaran pengungsi dengan Presiden Obama.
Dalam kesepakatan itu AS setuju menerima ratusan pengungsi dari Pulau Manus yang tidak diperbolehkan masuk ke Australia.
Kesepakatan itu memicu kemarahan Presiden Trump, yang menuding pendahulunya membuat kesepakatan yang tak sesuai dengan kepentingan negaranya.
Dalam percakapan telepon setelah Trump dilantik sebagai presiden, dia melampiaskan kekesalannya kepada PM Turnbull karena terpaksa menghormati kesepakatan itu.
"Hal ini membuat saya terlihat sangat buruk," ujar Trump kepada Turnbull saat itu.
PM Turnbull mengingatkan Presiden Trump agar mengingat dirinya sebagai pengusaha yang harus menghormati suatu perjanjian.
"Ini permasalahan besar. Saya pikir kita harus menghormati kesepakatan itu," ujar Turnbull dalam transkrip pembicaraan mereka.
"Saya memintamu sebagai seorang sahabat," tambahnya.
Pembicaraan telepon tersebut meringankan beban politik Pemerintahan Turnbull, terkait sistem pemrosesan pencari suaka ke Australia di luar Australia.
Belum diketahui pasti apakah penerimaan kedua orang Rwanda itu merupakan prasyarat dari kesepakatan tersebut.
Begitu pula, belum diketahui juga visa jenis apa yang digunakan keduanya masuk ke Australia.
Menurut Politico Magazine, kedua pria ini ditangkap setelah serangan tahun 1999 dan dipenjara di Virginia.
Majalah itu melaporkan dua warga AS dan enam turis lainnya terbunuh dengan parang dan kapak saat mereka mengunjungi hutan untuk menyaksikan gorila.
Disebutkan, jaksa di AS mendakwa keduanya dengan pelanggaran terorisme dan menuntut hukuman mati.
Tapi kasus itu dibatalkan pada tahun 2006 ketika seorang hakim menemukan bahwa pengakuan terdakwa diperoleh melalui penyiksaan di Rwanda.
UU Terorisme AS mengizinkan penahanan terdakwa selama 15 tahun, meskipun tidak ada tuntutan hukum.
Merelokasi keduanya memungkinkan AS untuk menghindar dari permasalahan hukum yang rumit.
Keduanya tidak dapat dikembalikan ke Rwanda karena mereka kemungkinan dianiaya, tapi juga tidak dapat diadili di AS.
Serangan tahun 1999 terjadi dalam konteks kerusuhan, lima tahun setelah Genosida Rwanda yang menewaskan 800.000 orang dalam pembantaian yang berlangsung 100 hari.
Aksi kedua orang ini diduga karena ingin menyatakan kemarahan mereka atas dukungan negara-negara Barat bagi Pemerintahan Tutsi di Rwanda.
Sumber : https://internasional.republika.co.id/berita/internasional/abc-australia-network/prl1b3/australia-diamdiam-datangkan-terduga-pembunuh-turis
JK Ingatkan Pentingnya Kerja Sama Internasional soal Bencana
Anak Band Aktif Pengajian, Rizal Armada Sebut Banyak Orang Masuk Islam Karena Musik
Perdalam Ilmu Agama, Raffi Ahmad Ingin Berguru Beberapa Tahun ke Arab Saudi
Akhirnya Terjawab, Ini Alasan Opick Dipilih Pegang Rambut Nabi Muhammad SAW
Dokter Lepas Tangan, Ibunda Anisa Bahar Sulit Sembuh dan Sisa Umur Hitungan Bulan Lagi
Pernah Jalan Bareng, Denira Wiraguna Ungkap Hubungan dengan Kevin Sanjaya
Posting Foto Bareng Andre Taulany, Sule Bilang Rindu
Tasya Kamila Melahirkan Bayi Laki-laki, Akhirnya Ditemani Suami Tercinta
Suami Lolos Jadi Anggota Dewan, Melinda Takut Ditinggal Nikah Lagi
Cuti Sakit, Guru di San Francisco Harus Membayar Gaji Guru Penggantinya
Anak Band Aktif Pengajian, Rizal Armada Sebut Banyak Orang Masuk Islam Karena Musik
Perdalam Ilmu Agama, Raffi Ahmad Ingin Berguru Beberapa Tahun ke Arab Saudi
Akhirnya Terjawab, Ini Alasan Opick Dipilih Pegang Rambut Nabi Muhammad SAW
Dokter Lepas Tangan, Ibunda Anisa Bahar Sulit Sembuh dan Sisa Umur Hitungan Bulan Lagi
Pernah Jalan Bareng, Denira Wiraguna Ungkap Hubungan dengan Kevin Sanjaya
Posting Foto Bareng Andre Taulany, Sule Bilang Rindu
Tasya Kamila Melahirkan Bayi Laki-laki, Akhirnya Ditemani Suami Tercinta
Suami Lolos Jadi Anggota Dewan, Melinda Takut Ditinggal Nikah Lagi
Cuti Sakit, Guru di San Francisco Harus Membayar Gaji Guru Penggantinya
Mengapa Handuk di Hotel Bintang Lima Belum Tentu Higienis?
Huawei Masuk Daftar Hitam di AS
Iran Menahan Diri Meski AS Mundur dari Kesepakatan Nuklir
Terduga Teroris WNI di Malaysia dalam Keadaan Sehat
Cina Resmi Tahan Dua Orang Warga Kanada
Gedung Runtuh di Shanghai, Sembilan Orang Terjebak
Dua Pendaki India Tewas Saat Turun dari Gunung Himalaya
Buka Puasa Bareng Kolonel di Kapal Perang “Siluman” TNI AL
Facebook Perketat Aturan Live Streaming Pasca Teror Selandia Baru
400 Orang Pakistan Positif HIV karena Jarum Suntik Terkontaminasi
Huawei Masuk Daftar Hitam di AS
Iran Menahan Diri Meski AS Mundur dari Kesepakatan Nuklir
Terduga Teroris WNI di Malaysia dalam Keadaan Sehat
Cina Resmi Tahan Dua Orang Warga Kanada
Gedung Runtuh di Shanghai, Sembilan Orang Terjebak
Dua Pendaki India Tewas Saat Turun dari Gunung Himalaya
Buka Puasa Bareng Kolonel di Kapal Perang “Siluman” TNI AL
Facebook Perketat Aturan Live Streaming Pasca Teror Selandia Baru
400 Orang Pakistan Positif HIV karena Jarum Suntik Terkontaminasi