Mengenal Sagu Bakar Tiga Rasa Khas Serui, Papua
Posted Date : 15-03-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 1.367 kali.
Serui, BUMIPAPUA.COM – Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Papua. Pohon sagu pun banyak ditemui di wilayah Indonesia timur. Penganan olahan berbahan dasar sagu pasti tak asing bagi dunia kuliner saat ini yang diolah menjadi berbagai varian, seperti kue kering atau sagu bakar yang biasanya disantap dengan makanan berkuah.
Di Serui, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Yapen, sagu bakar memiliki tiga rasa yang berbeda. Uniknya, rasa gurih dan rasa asli sagu itu tidak hilang meski diolah dengan cara tersebut.
Apia Ayorbaba atau yang dikenal dengan Mama Pia menjadi salah satu pengolah sagu bakar berbagai rasa. Perempuan yang tinggal di Desa Bawai, Serui, itu membuat sagu bakar dengan rasa gula merah, kacang, dan original yang dicampur dengan kelapa.
“Cita rasa ini sengaja dihadirkan agar makan sagu bakar tra (tidak) bosan. Mengenalkan makanan khas Papua ke luar daerah asalnya itu harus ikut dorang (mereka) pu (punya) lidah. Macam orang Jawa, suka makanan yang manis-manis. Torang (kita) bisa campur sagu dengan gula merah," ujar Mama Pia kepada BumiPapua.com, Jumat (15/3).
Mama Pia menjelaskan adonan sagu bakar yang dihasilkan merupakan resep turun temurun yang telah ditekuni selama lebih dari 20 tahun. Mama Pia berkisah dia sudah diajarkan membuat penganan itu sejak neneknya masih hidup.
“Sampai sekarang anak saya sudah selesai kuliah, kami tetap melestarikan pembuatan sagu bakar itu," ujar Mama Pia.
Di tangan perempuan berusia 50 tahun itu bahan dasar sagu yang didapat dari petani sagu di wilayah Ansus Yapen Barat diolah dengan sangat baik. Mulai dari menyaring sagu mentah, menyampur bahan sagu bakar, hingga memasak sagu dengan cara yang masih manual, yakni menggunakan tungku api dan alat masak yang di sebut forno atau sejenis tembikar berbentuk kotak-kotak yang terbuat dari tanah liat.
“Masak sagu lebih nikmat dengan menggunakan tungku. Rasa dan aromanya lebih terasa, dibandingkan memakai kompor minyak tanah. Apalagi masak sagu bakar dengan tungku lebih cepat masaknya," ungkap Mama Pia.
Mama Pia mampu membuat lebih dari 300 sagu bakar berbagai rasa dalam satu hari. Namun jika ada pesanan tertentu, dia mampu membuatnya hingga lebih dari 500 sagu bakar berbagai rasa.
“Sagu bakar yang saya buat biasa juga dijual di pasar. Jika ada tamu dari luar Serui, bisa juga untuk oleh-oleh. Sagu bakar ini bisa bertahan hingga satu bulan," ucap Mama Pia.
Sagu bakar itu biasa dia jual dengan harga Rp 10 ribu untuk 3 buah. Mama Pia mengaku keuntungan yang didapat dari penjualan sagu bakar cukup menjanjikan. Tetapi dia berharap pemerintah atau perbankan dapat membantu pembuat sagu bakar dengan modal atau modal toko, khususnya untuk wilayah Bawai, Serui.
“Kita mau itu sagu bakar jadi oleh-oleh khas dari Serui jika ada tamu dari luar daerah. Saya berharap ada bantuan toko khusus sagu bakar. Torang (Kita) bisa kemas sagu bakarnya dengan merek dagang dan bungkus yang menarik pembeli,” kata Mama Pia. (Agies Pranoto)
Sumber : https://kumparan.com/bumi-papua/mengenal-sagu-bakar-tiga-rasa-khas-serui-papua-1552649908866570557
Di Serui, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Yapen, sagu bakar memiliki tiga rasa yang berbeda. Uniknya, rasa gurih dan rasa asli sagu itu tidak hilang meski diolah dengan cara tersebut.
Apia Ayorbaba atau yang dikenal dengan Mama Pia menjadi salah satu pengolah sagu bakar berbagai rasa. Perempuan yang tinggal di Desa Bawai, Serui, itu membuat sagu bakar dengan rasa gula merah, kacang, dan original yang dicampur dengan kelapa.
“Cita rasa ini sengaja dihadirkan agar makan sagu bakar tra (tidak) bosan. Mengenalkan makanan khas Papua ke luar daerah asalnya itu harus ikut dorang (mereka) pu (punya) lidah. Macam orang Jawa, suka makanan yang manis-manis. Torang (kita) bisa campur sagu dengan gula merah," ujar Mama Pia kepada BumiPapua.com, Jumat (15/3).
Mama Pia menjelaskan adonan sagu bakar yang dihasilkan merupakan resep turun temurun yang telah ditekuni selama lebih dari 20 tahun. Mama Pia berkisah dia sudah diajarkan membuat penganan itu sejak neneknya masih hidup.
“Sampai sekarang anak saya sudah selesai kuliah, kami tetap melestarikan pembuatan sagu bakar itu," ujar Mama Pia.
Di tangan perempuan berusia 50 tahun itu bahan dasar sagu yang didapat dari petani sagu di wilayah Ansus Yapen Barat diolah dengan sangat baik. Mulai dari menyaring sagu mentah, menyampur bahan sagu bakar, hingga memasak sagu dengan cara yang masih manual, yakni menggunakan tungku api dan alat masak yang di sebut forno atau sejenis tembikar berbentuk kotak-kotak yang terbuat dari tanah liat.
“Masak sagu lebih nikmat dengan menggunakan tungku. Rasa dan aromanya lebih terasa, dibandingkan memakai kompor minyak tanah. Apalagi masak sagu bakar dengan tungku lebih cepat masaknya," ungkap Mama Pia.
Mama Pia mampu membuat lebih dari 300 sagu bakar berbagai rasa dalam satu hari. Namun jika ada pesanan tertentu, dia mampu membuatnya hingga lebih dari 500 sagu bakar berbagai rasa.
“Sagu bakar yang saya buat biasa juga dijual di pasar. Jika ada tamu dari luar Serui, bisa juga untuk oleh-oleh. Sagu bakar ini bisa bertahan hingga satu bulan," ucap Mama Pia.
Sagu bakar itu biasa dia jual dengan harga Rp 10 ribu untuk 3 buah. Mama Pia mengaku keuntungan yang didapat dari penjualan sagu bakar cukup menjanjikan. Tetapi dia berharap pemerintah atau perbankan dapat membantu pembuat sagu bakar dengan modal atau modal toko, khususnya untuk wilayah Bawai, Serui.
“Kita mau itu sagu bakar jadi oleh-oleh khas dari Serui jika ada tamu dari luar daerah. Saya berharap ada bantuan toko khusus sagu bakar. Torang (Kita) bisa kemas sagu bakarnya dengan merek dagang dan bungkus yang menarik pembeli,” kata Mama Pia. (Agies Pranoto)
Sumber : https://kumparan.com/bumi-papua/mengenal-sagu-bakar-tiga-rasa-khas-serui-papua-1552649908866570557
Lloris Percaya Spurs Mampu Tandingi Manchester City
KBRI Wellington Belum Dapat Kabar 1 WNI di Christchurch
Tragedi Christchurch, Terorisme, dan Kriminologi
Game Fortnite Menginspirasi Pelaku Penembakan Masjid di Christchurch
Got Meluap, Rumah Mara Terendam Banjir
Penumpang di Bandara Adi Soemarmo Solo Kini Boleh Dijemput Grab
Dua Merek Rokok Ilegal Terjaring Razia
Miliki HKI Terbanyak, Guru Besar UMM Pecahkan Rekor MURI
Jangan Salah Beli, Begini Cara Memilih Barang Original di Marketplace
Rem Blong, 2 Tronton Tabrak 2 Fuso, Satu Korban Tewas di TKP
KBRI Wellington Belum Dapat Kabar 1 WNI di Christchurch
Tragedi Christchurch, Terorisme, dan Kriminologi
Game Fortnite Menginspirasi Pelaku Penembakan Masjid di Christchurch
Got Meluap, Rumah Mara Terendam Banjir
Penumpang di Bandara Adi Soemarmo Solo Kini Boleh Dijemput Grab
Dua Merek Rokok Ilegal Terjaring Razia
Miliki HKI Terbanyak, Guru Besar UMM Pecahkan Rekor MURI
Jangan Salah Beli, Begini Cara Memilih Barang Original di Marketplace
Rem Blong, 2 Tronton Tabrak 2 Fuso, Satu Korban Tewas di TKP
Tumbangkan Pasangan Malaysia, Ahsan/Hendra Juara All England 2019
Menangkan Total Ratusan Juta di kumparan x YouTube Video Competition
LDR, Rina Nose Jarang Bertemu dengan Tunangannya
Heli Jatuh, Tiga Korban Luka Ringan, Satu Luka Berat
Penyelundupan 125.619 Ekor Benih Lobster Digagalkan
Pengamat: Penembakan di Masjid Christchurch Serangan Teroris
PPNI Minta Kejelasan Status
4 Muslim Mesir Terbunuh dalam Serangan di Christchurch
Kemenristekdikti Siapkan KIP Kuliah Tahun 2020
360 Titik PJU-TS Terpasang di Gunung Kidul dan Bantul
Menangkan Total Ratusan Juta di kumparan x YouTube Video Competition
LDR, Rina Nose Jarang Bertemu dengan Tunangannya
Heli Jatuh, Tiga Korban Luka Ringan, Satu Luka Berat
Penyelundupan 125.619 Ekor Benih Lobster Digagalkan
Pengamat: Penembakan di Masjid Christchurch Serangan Teroris
PPNI Minta Kejelasan Status
4 Muslim Mesir Terbunuh dalam Serangan di Christchurch
Kemenristekdikti Siapkan KIP Kuliah Tahun 2020
360 Titik PJU-TS Terpasang di Gunung Kidul dan Bantul