Tragedi Christchurch, Terorisme, dan Kriminologi

Posted Date : 15-03-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 315 kali.


Disclaimer: Saya belum sempat melakukan riset lebih dalam perihal kasus kejahatan extra-ordinary ini. Namun, pendapat saya sebagai Sarjana Kriminologi patut anda simak untuk menyikapi tragedi Christchurch.

Ini Jumat malam, tanggal 15 Maret 2019. Saya baru saja melaksanakan salat gaib di Masjid Al-Ikhlas, Jalan Amil, Jakarta Selatan--selepas salat isya berjamaah.

Salat gaib tadi didirikan untuk korban pembantaian jemaah Masjid di Christchurch, Selandia Baru. "Untuk saudara-saudara kita di Selandia Baru," kata imam masjid.

Penembakan itu terjadi pada siang tadi. Berita pertama tentang tragedi itu muncul di kumparan.com sekitar pukul 10.30 WIB. Dunia gempar. Di media sosial, berseliweran video penembakan yang disiarkan pelaku di media sosialnya secara live.

Hati-hati.

Pelaku terorisme memang berupaya memunculkan fear of crime. Dia ingin menyebarkan rasa takut (juga rasa kaget, bingung, dan panik) di masyarakat.

"If men define situations as real, they are real in their consequences."
-W. I. Thomas

Objek kajian kriminologi ada empat. Pelaku, kejahatan, korban, dan reaksi sosial. Yang terakhir menjadi ancaman terbesar kita: Persepsi liar yang muncul, yang berpotensi menimbulkan aksi kekerasan berikutnya.

Persepsi orang berbeda-beda. Si A akan merasa biasa saja menonton video tersebut. Tapi bisa jadi, si B akan terpicu untuk mengikuti ulah teroris penembak masjid itu.

Lalu mungkin saja si C, terpicu untuk membalas dendam kepada kaum ekstrimis.

Apa yang bisa kita lakukan? Potong talinya!

Jangan sebarkan video penembakan Christchurch. Jangan viralkan video tentang terorisme. Apapun itu. Satu share dari anda berpotensi membangun spekulasi berlebihan. Dan itu yang para teroris inginkan.

Sumber : https://kumparan.com/rama-swahuda/tragedi-christchurch-terorisme-dan-kriminologi-1552654864783513445