Edhy Prabowo dan kebijakan ekspor benih lobster, benarkah membuat 'everybody happy'?

Posted Date : 27-11-2020, berita ini telah dikunjungi sebanyak 464 kali.


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Edhy Prabowo membuka keran ekspor benih lobster dengan merevisi peraturan Menteri Susi Pudjiastuti tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Keputusan yang menuai kontroversi. Namun, menurut Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, TB Ardi Januar, yang dimuat situs resmi KKP pada 23 Juli lalu, peraturan itu direvisi menjadi Permen KP No. 12 tahun 2020 agar "everybody happy" - nelayan, pembudi daya, eksportir dan negara mendapat keuntungan.

Benarkah demikian?

Penangkapan benih lobster atau benur dari alam untuk kemudian dijual ke luar negeri akan berdampak buruk bagi lingkungan, tidak meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan berpotensi menimbulkan praktek kecurangan, kata peneliti dan pegiat perikanan.

Benur atau benih lobster merupakan komoditi kelautan yang memiliki nilai jual tinggi dan salah satu sumber plasma nutfah yang dimiliki oleh Indonesia.

Di Lampung dan Jawa Tengah, harga benur di tingkat nelayan sekitar Rp10.000 hingga Rp30.000 per ekor dalam kondisi normal, dan menjadi sekitar Rp150.000 per ekor saat sudah berada di negara lain.

Keran ekspor benur yang dibuka oleh Menteri KKP Edhy Prabowo, membuat harga jatuh tajam menjadi hanya ribuan rupiah per ekor. Tujuan mensejahterakan nelayan pun tidak tercapai, kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lampung Bayu Witara.

Dari sisi lingkungan, menurut LIPI, pengambilan benur dari alam liar merupakan 'jalan pintas' untuk mendapatkan keuntungan besar yang merusak ekosistem dan populasi lobster di laut.



Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55072847