'Gimana Ganja Mau Dipakai Medis, Diteliti Aja Enggak Boleh'

Posted Date : 06-12-2020, berita ini telah dikunjungi sebanyak 457 kali.


Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merestui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.

Di Indonesia, ganja tergolong narkotika golongan I bersama dengan sabu, kokain, opium, heroin.

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Beleid itu juga melarang konsumsi, produksi, hingga distribusi narkotika golongan I.

Kemudian, setiap orang yang memproduksi atau mendistribusikan narkotika golongan I diancam hukuman pidana penjara hingga maksimal seumur hidup atau hukuman mati. Bagi penyalahgunaan narkotika golongan I diancam pidana paling lama 4 tahun.

Usai muncul keputusan PBB tersebut, CNNIndonesia.com bertanya kepada sejumlah masyarakat soal wacana penggunaan ganja untuk medis di Indonesia. Sejumlah warga setuju, namun ada pula yang menolak.

Lebon (29), warga Jakarta, mengatakan ganja perlu untuk kebutuhan medis, namun tentu diawali dengan penelitian terlebih dahulu.

Ia mencontohkan kasus Fidelis Arie Suderwato alias Nduk yang menanam ganja yang ia olah sendiri untuk mengobati penyakit langka yang diderita almarhum istrinya, Yeni Riawati.

Namun, karena terbentur UU Narkotika, Fidelis harus menerima kenyataan pahit. Istrinya meninggal setelah tak lagi menerima ekstrak ganja yang dibuat Fidelis. Selain itu, Fidelis divonis delapan bulan penjara pada Agustus 2017 lalu.

"Karena banyak banget yang sudah melakukan itu di Indonesia dan akhirnya terbentur peraturan hukum," kata Lebon kepada CNNIndonesia.com, Jumat (4/12).

Lebon menyebut ketika sudah keluar izin ganja bisa dimanfaatkan untuk medis, sebagai negara produsen ganja, pemerintah perlu membuat regulasi pendukung terkait penanaman.

"Ketika ganja sudah disahkan jadi tanaman obat, bukan berarti serta-merta semua orang bisa nanam," kata dia.

Ia berpendapat jika nanti ganja dilegalkan untuk keperluan medis, perdagangan ilegal ganja yang selama ini marak bisa sedikit teredam.

"Dan mereka kalau emang dasarnya nanam, yaudah tinggal dialifungsikan. Dari yang tadi menjual untuk menghancurkan generasi muda, menurut bahasa pemerintah, dijadikan sebagai kebutuhan medis. Tinggal diakomodir regulasi diperketat penanaman," ujarnya.

Tidak hanya Lebon, warga Jakarta lainnya, Dado (29) juga menyatakan setuju jika ganja dilegalkan untuk kepentingan medis. Menurutnya, Indonesia harus mau membuka diri saat negara lain sudah memanfaatkan ganja sebagai medis.

"Enggak langsung setuju untuk pemakaian ke arah rekreasional ya, kalau medis setuju banget. Yang jelas regulasinya diatur yang ketat sehingga penggunaannya benar-benar untuk medis," kata Dado.

Namun demikian, Dado menyatakan sebelum masuk ke penggunaan medis, sebaiknya pemerintah mengizinkan riset terhadap tanaman ganja.

"Barang (ganja) tersebut minimal boleh diteliti di kampus-kampus, atau apa yang kayak gitu. Sekarang kita gimana mau dipakai medis kalau diteliti aja enggak boleh," ujarnya.

Warga Yogyakarta, Efendi, juga mengaku setuju. Namun, ia menyadari realisasi tanaman dengan nama latin cannabis sativa untuk medis tidak akan bisa berlaku dalam waktu dekat ini.

"Realita untuk waktu dekat ini tidak bisa menuju ke sana menurutku. Kita lihat aja dalam masalah kemarin yang tiga ibu gugat ke (UU Narkotika) ke MK, sampai sekarang belum ada pengabulan," kata Efendi.

Efendi sendiri meyakini bahwa ganja memiliki dampak yang positif di bidang medis. Selain itu, jika dilegalkan, ia menilai ada potensi ekspor yang bisa dilakukan Indonesia.

"Balik lagi tapi, pesimis aku (dilegalkan dalam waktu dekat)," ujarnya.



Penyalahgunaan Ganja Tinggi,/H2>
Meskipun demikian, tak sedikit warga yang masih menolak ganja legal untuk medis. Salah satunya Ridho (23) yang berasal dari Yogyakarta. Ridho menyebut Indonesia belum siap melegalkan ganja untuk medis.

Ketidaksetujuannya itu, kata dia, dikarenakan jumlah kasus penyalahgunaan ganja yang hingga kini masih terbilang cukup besar di Indonesia.

Menurut Ridho, jika ganja legal meskipun haya untuk medis, akan lebih banyak lagi kasus penyalahgunaan ganja dengan dalih untuk penyembuhan.

"Belum lagi masyarakat yang seolah-olah sakit dan membutuhkan ganja sebagai alasan medis tetapi malah untuk kesenangan," katanya.

Warga Jakarta, Budi (35) juga mengaku tak setuju jika ganja dilegalkan untuk medis di Indonesia. Ia sependapat dengan Ridho soal potensi penyalahgunaan. "Enggak setuju, kita lihat aja, semakin ke sini semakin banyak disalahgunakan, apalagi kalau dilegalkan," kata Budi.

Selama ini, Budi mengaku belum pernah mendapat informasi soal ganja yang bisa mengobati suatu penyakit. "Kalau saya tahunya malah enggak bagus buat kesehatan. Saya tahunya begitu," ujarnya.

Menurut Budi, jika nanti pemerintah memang ingin melegalkan ganja untuk medis, akan timbul penolakan dari masyarakat. "Nolaknya ya karena takut makin banyak disalahgunakan tadi," katanya.

Warga Jakarta lainnya, Udin (47) juga tidak setuju ganja legal untuk medis. Ia khawatir ganja akan semakin disalahgunakan oleh masyarakat.

"Dilarang aja banyak diam-diam selundupkan, apalagi dilegalkan walaupun untuk medis. Banyak penyalahgunaan, saya tahunya dulu ganja di Aceh itu dipakai untuk sayur," kata Udin.

Namun demikian, ia menyatakan pendapat ketidaksetujuannya itu bisa berubah jika ke depan ditemukan hasil penelitian yang menyatakan keampuhan ganja untuk mengobati penyakit.

"Kalau memang hasilnya positif bagus. Contohnya kayak sekarang ada corona, kalau ditemukan obatnya yang ampuh ganja, mungkin masuk akal (dilegalkan). Itu pun sebatas yang diperlukan," ujarnya.

(yoa/fra)

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201205151449-20-578407/gimana-ganja-mau-dipakai-medis-diteliti-aja-enggak-boleh