Antisipasi Sanksi Barat, Rusia akan Legalkan Penanaman Opium
Posted Date : 16-03-2019, berita ini telah dikunjungi sebanyak 253 kali.
Hidayatullah.com—Parlemen Rusia meloloskan rancangan undang-undang yang akan melegalkan penanaman opium yang dapat digunakan untuk memproduksi opioid. Langkah itu diambil guna memastikan Rusia memiliki persedian bahan mentah yang mencukupi untuk memproduksi obat-obatan penghilang rasa sakit.
Saat ini penanaman opium sama sekali terlarang di Rusia. Artinya, para produsen obat di negara itu bergantung sepenuhnya kepada impor untuk membuat obat penghilang rasa sakit. RUU yang diloloskan pada tahap pertama hari Kamis (14/3/2019) tersebut akan memungkinkan penanaman opium di bawah monopoli negara, lapor RT.
Menurut para pendukung RUU tersebut, ada 13 macam opioid yang saat ini diproduksi di dalam negeri Rusia. Setiap tahun mereka harus mengimpor sekitar 400kg bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan opioid, yang mana hal itu mengharuskan mereka mencarinya ke salah satu dari 10 perusahaan besar di luar negeri. Masalahnya, 9 dari negara-negara itu memiliki sejarah mendukung sanksi ekonomi atas Rusia yang kerap diberlakukan oleh Barat. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali Rusia harus berusaha mencukupi sendiri kebutuhan bahan mentah yang diperlukan untuk membuat opioid.
Menurut para pejabat begitu RUU itu disahkan dan diberlakukan, maka Rusia akan membuat satu rantai suplai tanaman precursor opioid yang dibutuhkan perusahaan farmasi dan untuk keperluan riset. Besaran produksi tanaman tersebut akan disesuaikan dengan jumlah permintaan domestik.
Rusia termasuk negara yang sangat ketat dalam hal narkoba untuk keperluan rekreasi, yang menurut sebagian kalangan tidak perlu terlampau ketat. Tidak jarang tersiar kabar adanya pasien kanker stadium akhir yang kesakitan karena kesulitan mendapatkan opioid secara bebas di Rusia.*
Rep: Ama Farah
Sumber : https://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/03/16/161464/antisipasi-sanksi-barat-rusia-akan-legalkan-penanaman-opium.html
Saat ini penanaman opium sama sekali terlarang di Rusia. Artinya, para produsen obat di negara itu bergantung sepenuhnya kepada impor untuk membuat obat penghilang rasa sakit. RUU yang diloloskan pada tahap pertama hari Kamis (14/3/2019) tersebut akan memungkinkan penanaman opium di bawah monopoli negara, lapor RT.
Menurut para pendukung RUU tersebut, ada 13 macam opioid yang saat ini diproduksi di dalam negeri Rusia. Setiap tahun mereka harus mengimpor sekitar 400kg bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan opioid, yang mana hal itu mengharuskan mereka mencarinya ke salah satu dari 10 perusahaan besar di luar negeri. Masalahnya, 9 dari negara-negara itu memiliki sejarah mendukung sanksi ekonomi atas Rusia yang kerap diberlakukan oleh Barat. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali Rusia harus berusaha mencukupi sendiri kebutuhan bahan mentah yang diperlukan untuk membuat opioid.
Menurut para pejabat begitu RUU itu disahkan dan diberlakukan, maka Rusia akan membuat satu rantai suplai tanaman precursor opioid yang dibutuhkan perusahaan farmasi dan untuk keperluan riset. Besaran produksi tanaman tersebut akan disesuaikan dengan jumlah permintaan domestik.
Rusia termasuk negara yang sangat ketat dalam hal narkoba untuk keperluan rekreasi, yang menurut sebagian kalangan tidak perlu terlampau ketat. Tidak jarang tersiar kabar adanya pasien kanker stadium akhir yang kesakitan karena kesulitan mendapatkan opioid secara bebas di Rusia.*
Rep: Ama Farah
Sumber : https://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/03/16/161464/antisipasi-sanksi-barat-rusia-akan-legalkan-penanaman-opium.html
Nashirul Haq: Teror Biadab Tak Cukup Dikutuk
Kurikulum Perguruan Tinggi Harus Disesuaikan Peluang dan Tantangan Industri 4.0
SUV Paling Mewah dari Rolls Royce Menyapa Indonesia
Penembakan di Selandia Baru Bikin Femmy Permatasari Batal Bulan Madu
Lewis Hamilton Rebut Pole F1 Australia 2019, Rekor Baru
Bamsoet: Salam Satu Aspal dari Senayan
Gisel: Saya Bukan Orang yang Pintar Nutup-nutupin
Awasi Hasil Perikanan di Bandara, Angkasa Pura I MoU dengan BKIPM
Asuransi Adira Intensif Lakukan Standardisasi Bengkel Rekanan
WWDC 2019 Segera Digelar, Banyak Kejutan Baru dari Apple
Kurikulum Perguruan Tinggi Harus Disesuaikan Peluang dan Tantangan Industri 4.0
SUV Paling Mewah dari Rolls Royce Menyapa Indonesia
Penembakan di Selandia Baru Bikin Femmy Permatasari Batal Bulan Madu
Lewis Hamilton Rebut Pole F1 Australia 2019, Rekor Baru
Bamsoet: Salam Satu Aspal dari Senayan
Gisel: Saya Bukan Orang yang Pintar Nutup-nutupin
Awasi Hasil Perikanan di Bandara, Angkasa Pura I MoU dengan BKIPM
Asuransi Adira Intensif Lakukan Standardisasi Bengkel Rekanan
WWDC 2019 Segera Digelar, Banyak Kejutan Baru dari Apple
Neo-Nazi Dibalik Ancaman Bom Seantero Jerman
Uni Emirat Arab dan Bermuda Masuk Daftar Hitam Tax Haven Uni Eropa
Malaysia Tolak Bebaskan Wanita Vietnam Terdakwa Pembunuh Kim Jong-nam
DPR RI Ingatkan Negara Arab Tak Lakukan Normalisasi dengan ‘Israel’
Muhammadiyah Desak Pemerintah Segera Bantu WNI Korban Teror Selandia Baru
Ksatria Lembah Tidar
Nahas, Senator Australia yang Salahkan Muslim Selandia Baru Dikepruk Telur oleh Seorang Pemuda
Tanpa Rasa Bersalah, Penyerang Masjid di Selandia Baru Pamerkan Simbol 'White Power' di Pengadilan
Turki Akan Selidiki Pergerakan dan Kontak Teroris Australia Brenton Tarrant Selama di Negara itu
Khabib Nurmagomedov: Video Pembantaian Christchurch Salah Satu yang Terburuk yang Pernah Saya Lihat
Uni Emirat Arab dan Bermuda Masuk Daftar Hitam Tax Haven Uni Eropa
Malaysia Tolak Bebaskan Wanita Vietnam Terdakwa Pembunuh Kim Jong-nam
DPR RI Ingatkan Negara Arab Tak Lakukan Normalisasi dengan ‘Israel’
Muhammadiyah Desak Pemerintah Segera Bantu WNI Korban Teror Selandia Baru
Ksatria Lembah Tidar
Nahas, Senator Australia yang Salahkan Muslim Selandia Baru Dikepruk Telur oleh Seorang Pemuda
Tanpa Rasa Bersalah, Penyerang Masjid di Selandia Baru Pamerkan Simbol 'White Power' di Pengadilan
Turki Akan Selidiki Pergerakan dan Kontak Teroris Australia Brenton Tarrant Selama di Negara itu
Khabib Nurmagomedov: Video Pembantaian Christchurch Salah Satu yang Terburuk yang Pernah Saya Lihat